by: Doso Winarno
Pengantar
Dengan adanya globalisasi isu dan
keprihatinan lingkungan hidup yang telah merambah pula dunia bisnis para desain
serta usahawan interior tidak dapat lagi mengabaikan lingkungan hidup. Para desain dan usahawan interior harus bersikap ramah
lingkungan. Barangsiapa berlaku anti-lingkungan hidup akan harus membayar
mahal. Masyarakat yang menjadi konsumennya akan memilih produk lain dan cepat
atau lambat daya saing mereka akan merosot. Mereka akan kehilangan pangsa
pasarnya sehingga desain dan bisnisnya tidak lagi dapat hidup dengan
berkelanjutan. Sertifikat ISO-14001 adalah simbol resmi bahwa pemiliknya telah
mempunyai sebuah Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPLH) yang ramah
lingkungan hidup.
Pemahaman
visi dan misi serta strategi dalam rancang bangun desain interior penting,
terutama dalam persaingan global guna penyesuaian dalam pelaksanaan era pasar
bebas.
Diharapkan mahasiswa memahami dan memiliki wawasan tentang masalah
lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi sikap hidupnya dalam proses berkarya
desain interior. Mahasiswa
mengetahui dan memahami posisinya di dalam habitatnya, memahami tentang peran
lingkungan abiotik, biotik dan culture, disamping dapat memahami pengelolaan
lingkungan hidup
Mata
kuliah Eko-Interior bertujuan meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam proses desain interior yang
berhubungan dengan solusi desain dalam isu lingkungan global, serta untuk
memperlihatkan pentingnya sumbangan desainer guna meminimalkan masalah
lingkungan secara berkelanjutan (sustainability).
Melalui materi Eko-Interior,
diharapkan mahasiswa berbekal pengetahuan dalam tahapan proses materi dan
energi sampai pada pengembangan desain interior, serta peranan dan manfaatnya
terpadu dengan disiplin ilmu lain dalam penataan interior. Hal yang berkaitan
dengan perencanaan aktivitas di lingkungan interior bersama klien, mencapai
kompromi, kearifan lokal dan keadilan, demokratis dalam pemanfaatan ruang.
Materi eko-efisiensi dan eko-industri dalam kuliah eko-interior dapat membantu
mahasiswa dalam mengidentifikasi aktivitas penghuni, prasarana pendukung
interior, serta pengembangan keberlangsungan pengelolaan dan perawatan
interior, bentuk-bentuk pembiayaan, keragaman bahan bangunan serta bahan
finishing ramah lingkungan. Desainer
Interior membentuk ruang-ruang spasial, dengan keahliannya membentuk pola perilaku
manusia dengan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang sensitif terhadap
habitatnya secara estetis dan etis dalam menanggapi isu di dunia kontemporer.
Kegiatan
berkarya yang bertitik tolak dari proses berkarya desain, dimulai dengan
merancang produk dengan tujuan meminimumkan kebutuhan bahan dan energi, maupun
terbentuknya limbah. Melalui pendekatan ekologi pada masalah lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dalam berkarya desain perlu
dikembangkan peningkatan efisiensi proses berkarya, sehingga kebutuhan materi
dan energi dapat ditekan sampai seminimal mungkin. Limbah proses berkarya
dirancang untuk sebanyak-banyaknya didaur ulang atau menjadi produk samping
bahkan dapat dipergunakan untuk karya lain. Rancangan produk desain interior
mendasarkan pada Analisis
Daur Hidup
(Life Cycle Analysis) yang bertujuan untuk meminimalkan arus materi dan
energi dalam berkarya.
Konsep
sinergis ekologi berkarya desain interior berada pada tataran teknologi,
ekonomi serta lingkungan hidup fisik serta sosial budaya. Implikasi konsep ini
ialah kelangsungan hidup produksi karya desain interior bukan lagi pada survival of the fittest, dalam
arti kelangsungan hidup yang terkuat (fit=kuat), melainkan kelangsungan hidup yang
paling sesuai (fit=sesuai,
cocok). Dalam konteks eko-interior, yang dapat menjaga kelangsungan hidupnya
bukanlah yang mempunyai daya saing tertinggi dan menyingkirkan lawannya,
melainkan yang dapat menjalin kerjasama yang serasi dengan komponen lain dalam
eko-interior.
Desain
Interior yang sensitif secara lingkungan akan memperbaiki kualitas hunian dari
kehidupan, kenyamanan, dan produktivitas, juga menghemat biaya proses operasi. Sepintas dalam proses berkarya ini akan
mengurangi volume tawar terhadap hasil karya. Tetapi dengan konsumen yang makin
sadar terhadap lingkungan, produk yang mempunyai masa guna yang panjang akan
semakin disukai oleh konsumen.
Ke
arah hulu proses berkarya mempunyai implikasi dalam pemilihan jenis masukan
bahan dan energi. Pemasok bahan dan energi dipilih yang memenuhi syarat telah
berusaha ramah lingkungan dan meminimumkan arus materi dan energi. Dengan
demikian eko-efisiensi dan ekologi industri karya desain interior mempunyai
implikasi yang luas menyebar ke hilir dan ke hulu, sehingga dengan eko-efisiensi para desainer
interior mendapatkan lebih banyak materi dan energi dari sumber daya yang lebih
sedikit.
1. Pendahuluan
Eco Interior ini bertujuan
meningkatkan kesadaran, yang semuanya terlibat dalam
proses karya desain interior. Semua yang
terlibat dalam proses tersebut berkaitan dengan solusi desain dan isu
lingkungan global, dan untuk memperlihatkan pentingnya sumbangan desainer untuk
meminimkan masalah lingkungan. Beberapa kasus mempunyai motivasi yang hanya
mempertimbangkan biaya dan estetis daripada kesadaran lingkungan.
Kualitas
lingkungan baik yang alami maupun buatan mempunyai pengaruh yang tidak terbatas
pada perilaku manusia, baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa akibat
yang mempengaruhi dapat dilihat dengan seketika, lainnya terjadi perlahan-lahan dan akibatnya
berjangka panjang. Desainer Interior menghasilkan suatu karya yang dapat
mampengaruhi orang lain secara mental maupun fisik. Ilmu Lingkungan
menerapkan berbagai disiplin ilmu melalui pendekatan ekologi pada masalah
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh aktivitas manusia.
Physical Sistems Biological
Systems
Gambar 1: Integration of
Natural Processes into an Ecosystem
Sumber: Edward
J. Kaiser
et al , Promoting Environmental Quality Through Urban Planning
and Controls (Washington, DC: US Environmental Protection Agency, 1974)
Pertambahan
penduduk dunia sejajar dengan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi,
benar-benar mengubah hubungan kita dengan lingkungan. Sebelumnya tidak pernah dalam sejarah
kemanusiaan, kita mempunyai kekuatan untuk mengubah cuaca dunia dan untuk
menghancurkan ekosistem kita sendiri sampai melampaui titik of no return. Ancaman
kehancuran global hanya dapat dibandingkan dengan kehancuran oleh nuklir,
biarpun tidak pernah sedekat itu. “Panas global, tipisnya ozon, hilangnya
spesies-spesies kehidupan dan penghancuran hutan, semua mempunyai sebuah sebab
yang sama: hubungan baru antara kehidupan manusia dan keseimbangan alami dunia“
(Gore,1992).
Keadaan planet
bumi sekarang kritis, karena manusia menghadapi twin catastrophies: penipisan sumber alami
dan degradasi lingkungan.
Rusaknya lingkungan
karena kurangnya perhatian manusia terhadap lingkungan yang harus dilihat
secara menyeluruh (holistic). Holisme dalam konotasi ini,
didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa komponen hidup (organisme, termasuk
manusia) dan komponen tak bernyawa (lingkungan. Fisik) bersama-sama berfungsi
sebagai kesatuan sesuai dengan definisinya baik secara hukum fisik maupun
biologis.
Desainer
interior membentuk lingkungan dalam ruang di tempat mana orang tinggal, bekerja
secara rutin tiap hari dan istirahat. Dalam mengerjakan itu, desainer
merencanakan ruang yang berfungsi sesuai dengan keinginan pemakai, mempengaruhi
orang dalam berfikir, dan merasakan kondisi ruang. Lebih tepat di katakan bahwa
desainer membentuk ruang-ruang spasial, dengan keahliannya membentuk pola
perilaku manusia dengan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang sensitif secara
estetis dan etis dalam menanggapi isu di dunia kontemporer.
Daftar
pengaruh manusia yang menghancurkan biosfer tidak pernah berakhir. Seperti di
dalam setiap mikrokosmos, banyak isu lingkungan yang timbul, dan dapat ditemui
dalam bidang desain interior yang relatif kecil: metode, energi yang merusak,
industri yang berpolusi, spesies yang dalam kondisi gawat, masalah sampah
padat, hancurnya hutan. Elemen dasar udara, air, bumi dan semua dipengaruhi
oleh keputusan yang dibuat desainer setiap hari.
“Kita
merasa sudah mempunyai hak dan dengan seenaknya memakai udara serta air yang
bersih selama berjuta-juta tahun. Tetapi gambaran seperti itu berubah secara
drastis karena alasan yang sangat kompleks: udaranya beracun serta danau dan
aliran sungai berpolusi. Harus diakui bahwa desainer interior ikut bertanggung
jawab pada kondisi yang menakutkan ini” (Papanek, 1991 p.46).
Mendesain
interior bagaimana membuat sebuah ruangan dalam suatu bangunan berfungsi secara
menyenangkan dan memuaskan secara estetis. Biarpun begitu, mendesain juga
memerlukan sebuah tanggung jawab jangka panjang karena akibatnya tidak dapat
dilihat dalam seketika. Melalui penciptaan ruang kehidupan dan kerja; desainer
interior membentuk gaya kehidupan orang, mempengaruhi cara mereka merasakan,
berfikir dan bertindak, mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan.
Lingkungan
global dan lingkungan dalam ruang saling bergantung, ketika berjuang untuk
mencapai sebuah “sadar lingkungan interior”, penting untuk mengambil
pertimbangan dari pengaruh kedua belah pihak lingkungan, baik bagian luar
maupun dalam.
Dampak
lingkungan global merupakan sebuah produk dari bahan dan metode konstruksi
serta finishing yang khusus. Desain perlu energi, mengeluarkan sampah dan juga
polusi. Serangkaian kriteria tambahan harus disusun dan dipertimbangkan untuk
pemakai dalam memecahkan masalah “interior yang sehat” antara lain: udara
bersih dalam ruang, kondisi termal dan
akustik yang sesuai, ruang yang menyenangkan baik secara fungsi dan estetis,
pemecahan pencahayaan, warna dan tekstur secara memadai. Kebanyakan kriteria
ruang luar dan dalam, hampir sama dan memungkinkan untuk mempunyai material dan
metode yang baik untuk lingkungan global dan interior yang sehat.
This
relationship was
Evident in the early days
This
relationship is
evident today
Gambar 2: Human Activities and Natural Environmental
Sumber: Reg Lang and Audrey Armour, Oakville
Environmental Resport: A Case Study in Environmental Planning (Toronto: Lang
Armour Associates, 1977), Reproduced with permission.
Ide
bahwa desainer harus mempertimbangkan dampak lingkungan di pekerjaan mereka
adalah baru. Dua puluh tahun yang lalu Victor Papanek berargumentasi secara
meyakinkan bahwa desainer di dalam suatu posisi yang berkuasa (powerful),
dapat untuk menolong menciptakan dunia yang lebih baik atau menyumbang lebih
lanjut pada kehancuran planet bumi. Idenya bahwa, desainer harus menolak
rancang bangun yang termasuk usang; bahwa hanya kebutuhan konsumer, dan
keinginan mereka, harus dituju; dan bahwa desainer seharusnya berusaha untuk
mendapatkan jalan menggunakan kemampuannya untuk suatu hasil akhir yang berguna
secara sosial, terutama di negara yang sedang berkembang, menghina banyak
kemantapan desain pada waktu itu.
Tidak
mudah menjadi seorang desainer yang sadar.” Masalah berawal, dari keinsyafan
kita, tentang sejauh mana kompleksitas dari isu. Membaca literatur yang
diterbitkan tidak selalu menolong karena pembaca dihadapkan dengan dilema
pendapat yang bertentangan. Kurangnya akses untuk memproses penelitian membuat
itu sangat sulit, bahkan tidak mungkin, untuk membuat keputusan yang ilmiah.
Juga penting menginsyafi bahwa tidak ada solusi yang sempurna dan kita hanya
memilih satu yang paling tidak merusak lingkungan.
Masalah
lingkungan tumbuh bahkan lebih komplek ketika mempelajari pandangan global.
Konferensi UN tentang lingkungan dan pembangunan, di Rio De Janeiro, June 1992 memperlihatkan secara luas
perbedaan dasar pada ekonomi regional. Ketidaksetujuan antara negara industri
dan negara yang sedang berkembang timbul disebabkan oleh penurunan lingkungan.
Negara-negara industri berfocus pada efisiensi energi, bahan-bahan non toxic,
dan penghijauan, padahal arsitek dari negara yang berkembang menekankan pada isu kemiskinan, agrikultur yang
berkelanjutan, dan kebutuhan untuk tindakan secara politis.
Semua
mengakui setiap bangsa unik dan mempunyai kepentingan sendiri secara regional
dan ekonomi, harus diakui bahwa preservasi lingkungan alami merupakan salah
satu isu pokok dunia di masa kini, bahwa ada sebuah kepentingan untuk
pendidikan dan informasi agar secara sadar membantu mengarahkan masa depan
dunia.
Akibat profesi
desain mempengaruhi kehidupan orang dan membentuk perilaku mereka, dalam
praktek mereka diharapkan menunjukkan etika yang tepat. Desain harus menanggapi
lingkungan, memasukkan ke dalam pertimbangan sumber alami dan, yang
mempengaruhi manusia yang akan datang. Satu aspek yang paling penting dari
pendekatan ini adalah ide dari kesinambungan, yang menurut World Comission on Environment and
Development yaitu “harus
mempertimbangkan kebutuhan sekarang tanpa mengabaikan kemampuan untuk generasi
yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.
Hal
ini merupakan sebuah dimensi baru dalam etika profesi desainer interior yang
sedang berkembang.
Bagaimana
hubungannya dengan ekonomi?
a.
Ekonomi berpotensi mempengaruhi polusi udara dalam
ruang adalah cukup tinggi; terutama tempat yang potensial diperkirakan
pengaruhnya sepuluh juta dolar per tahun. Pengaruh seperti itu termasuk biaya
medis secara langsung dan pendapatan yang hilang terutama karena sakit, seperti
juga penambahan jumlah hari sakit untuk pegawai dan hilangnya produktivitas
ketika bekerja.
b.
Biaya buruh mungkin 10 sampai 100
kali lebih besar per meter persegi dari
kantor dari pada biaya
Analisis
biaya proyek tidak dapat didasarkan pada biaya bahan dan tenaga saja. Bahkan
termasuk biaya siklus kehidupan-biaya perawatan dan manajemen-tidak benar-benar
diarahkan pada biaya sesungguhnya dari setiap proyek. Biaya lingkungan yang
tertinggal, yang sampai sekarang ditanggung oleh publik, harus dimasukkan juga,
seperti dalam tag harga.
Desainer
interior mempunyai sebuah peran yang unik dan bertanggung jawab sebagai penengah
antara industri dan klien. Terserah kepada desainer untuk memberikan informasi,
membangun kepekaan, menanyakan yang kurang jelas dan mengusulkan pemecahan. Desainer dapat menjadi alat dalam
menciptakan pasar yang cukup untuk produk aman lingkungan. Mereka dapat
meyakinkan klien bahwa desain yang sensitif secara lingkungan akan memperbaiki
kualitas hunian dari kehidupan, kenyamanan, dan produktivitas, dan juga
menghemat biaya operasi.
Penghematan
sangat besar sehingga mereka menaikkan setiap biaya awal dari peralatan
material dan system. Pertentangan konvensional antara ekonomi dan ekologi tidak
lagi perlu dipergunakan.
Akibat
pasaran untuk produk “hijau” bertambah, industri akan dapat menekan biaya
mengikuti salah satu hukum dasar ekonomi: ekonomi dari skala. Bertambahnya
kesadaran lingkungan juga memberikan industri kemungkinan untuk mengembangkan
pasar baru dan memperbaiki hubungan dengan masyarakat, seperti juga menghindari
biaya, pajak dan denda resmi untuk polusi. Banyak yang meragukan menantang pendukung
kesadaran desain secara lingkungan untuk membuktikan keuntungan ekonomi dari
“penghijauan” bangunan dan interior. Baru-baru ini ada contoh dari proyek yang
telah dibuktikan bahwa desain yang cerdas terintegrasi dengan hal yang
berhubungan dengan lingkungan dapat juga secara ekonomi efisien dan
menguntungkan.
Adanya
era globalisasi isu dan keprihatinan lingkungan hidup yang telah merambah pula
dunia desain interior dan berkarya desain para Desain Interior dan disainer
tidak dapat lagi mengabaikan lingkungan hidup. Para Desain Interior dan
desainer harus bersikap ramah lingkungan. Barangsiapa berlaku anti lingkungan
hidup akan harus membayar mahal. Cepat atau lambat daya saing mereka akan
merosot dan masyarakat yang menjadi konsumennya akan memilih produk karya-seni
atau karya desain yang lain.
2. Pentingnya Lingkungan
Interior
a. Dasar pentingnya
mempelajari Lingkungan Interior
1) Conflic in use:
merupakan penggunaan untuk beberapa kepentingan dalam implementasi
karya;
2) Fisical Polution:
adanya pengaruh luar dan dalam proses serta hasil implementasi karya;
3) Resources Development : merupakan eksploitasi sumber daya alam
yang berlebihan dalam berkarya desain;
4)
Social
Polution:
sebagai moral, perilaku dalam pengelolaan lingkungan hidup.
b. Tujuan mempelajari Lingkungan Interior
1) Segi Praktis Ideal; tercapainya keserasian hidup dan
terpeliharanya lingkungan yang serasi sepanjang masa.
2) Segi Akademik ; mempelajari sebab akibat, sifat dan
wujud hidup atau bentuk pencemaran (fisis, sosial dan budaya) terutama
pencemaran sosial yang menjadi penghambat lajunya pembangunan berwawasan
lingkungan.
3) Segi tanggung jawab moral; sebagai insan lingkungan mengarahkan dan
membawa karya desain yang ramah lingkungan serta membawa masyarakat menuju
sadar lingkungan agar kehidupan dan penghidupan manusia semakin serasi dan
sejahtera.
c. Memulihkan dan
Mempertahankan Kelestarian Ekosistem Bumi
1) Pendekatan terpadu pengelolaan sumber daya
alam (SDA)
2) Mempertahankan sedapat mungkin ekosistem
alami di setiap karya Desain Interior
3) Menghilangkan tekanan tehadap ekosistem
alami dan yang telah dimodifikasi dengan cara
melindungi hasil karya Desain Interior dan mengelola dengan cara berwawasan lingkungan.
3. Isu Lingkungan Hidup
Isu lingkungan hidup merebak sejak tahun 1960-an.
Pada tahun 1972 PBB menyelenggarakan Konperensi tentang Lingkungan Hidup (UN
Conference on the Human Environment) di Stokholm. Isunya ialah kerusakan
lingkungan hidup. Pada tahap persiapan Konperensi Stokholm muncullah kritik
dari negara dunia ke-3 bahwa kerusakan lingkungan hidup di dunia ini lebih
disebabkan oleb kurangnya pembangunan (underdevelopment). Sebaliknya di
negara maju lebih karena terlalu banyak pembangunan (overdevelopment).
Karena itu masalah lingkungan hidup di dunia ke-3 harus diatasi oleh
pembangunan. Pembangunan itu harus bersifat berwawasan lingkungan hidup yang
pada waktu persiapan Konperensi Stokholm disebut eco-development.
Isu pembangunan
dalam kaitannya dengan lingkungan hidup terus bergulir. PBB membentuk sebuah
badan yang disebut World Commission on Environment and Development (WCED, Komisi Sedunia
Lingkungan Hidup dan Pembangunan). Dalam tahun 1987
WCED membuat laporannya yang berjudul “Hari Depan Kita Bersama” (Our Common
Future). Dalam laporan ini diangkat isu pembangunan berkelanjutan (PB) (sustainable
development) yang didefinisikan sebagai pembangunan yang berusaha untuk
memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan
datang untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk mencapai tujuan ini disyaratkan
pertama, meningkatkan potensi produksi
dengan cara yang ramah lingkungan
hidup dan kedua, menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi
semua orang. Syarat kedua pada hakekatnya ialah ramah lingkungan hidup
sosial-ekonomi budaya.
Isu PB bergulir
makin kuat sehingga mendominasi percaturan politik, ekonomi dan ilmiah nasional
dan internasional. Pada tahun 1992, tepat 20 tahun setelah Konperensi Stokholm,
PBB menyelenggarakan Konperensi tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (UN
Conference on Environment and Development, UNCED) di Rio de Janeiro,
Brasil. Pembangunan dinyatakan secara eksplisit pada nama konperensi tersebut.
Namun lingkungan hidup adalah yang pertama dan pembangunan yang kedua.
Konperensi ini dikenal juga sebagai KTT Bumi (Earth Summit) yang
menunjukkan juga masih dominannya isu lingkungan hidup, yaitu untuk
menyelamatkan Bumi. Ini nampak dari dua hasil utama, yaitu Konvensi tentang
Perubahan Iklim dan Konvensi tentang Keanekaan Hayati. Namun ada juga hasil
tentang pembangunan, yaitu Agenda 21 yang merupakan sebuah rencana kegiatan PB
bagi seluruh dunia. Sebagai tindak lanjutnya masing-masing negara dianjurkan
untuk menyusun Agenda 21 nasionalnya. Indonesia pun telah melakukannya. Namun
ternyata KTT Bumi dengan Agenda 21 PB-nya tidak mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada tahun 2002, 10 tahun setelah UNCED atau
Rio+10, PBB menindaklanjuti KTT Bumi dengan KTT Pembangunan
Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development) di Johannesburg, Afrika Selatan. Nama konperensi
itu jelas menekankan pembangunan. Dalam KTT ini para peserta konperensi
memperbarui komitmennya untuk melaksanakan PB.
Uraian singkat
sejarah ini menunjukkan evolusi isu lingkungan hidup. Ia dimulai dengan isu
lingkungan hidup saja yang nampak dari nama Konperensi PBB tentang Lingkungan
Hidup di Stokholm. Isu pembangunan tidak terdapat dalam resolusi Majelis Umum
PBB yang memutuskan diadakannya konperensi ini, melainkan isu itu baru muncul
kemudian dalam tahap persiapan konperensi tersebut. Jadi sebagai gagasan yang
menyusul (afterthought). Isu pembangunan makin menguat dengan
diterbitkannya laporan WCED sehingga berkembang menjadi isu lingkungan hidup
dan pembanguan yang tercermin dalam nama Konperensi PBB tentang Lingkungan
Hidup dan Pembangunan di Rio de Janeiro. Akhirnya 30 tahun setelah Konperensi
Stokholm diadakanlah KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg. Lingkungan
hidup bukan isu utamanya, melainkan ia merupakan bagian pembangunan
berkelanjutan, yang seperti disyaratkan oleh WCED pertama, harus meningkatkan
potensi produksi dengan cara yang ramah lingkungan hidup dan kedua, menjamin
terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi semua orang. Dengan PB taraf
hidup masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara yang tidak merusak lingkungan
hidup biofisik, maupun sosial-ekonomi budaya. Bahkan dengan PB kualitas
lingkungan hidup biofisik dan sosial-ekonomi budaya akan diperbaiki dan
ditingkatkan. PB digunakan untuk mengelola lingkungan
hidup (Soemarwoto, 2003).
4. Lingkungan Hidup
Adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
mahluk hidup lainnya (UULH 4, 1982, Bab I Pasal 1 ayat 1). Lingkungan hidup
disusun oleh sumberdaya yang terdiri dari sumberdaya manusia, sumberdaya alam
hayati, sumberdaya alam non hayati, dan sumberdaya buatan (UULH, 1982 Bab I
Pasal 1 ayat 5, Anonimus, 1989). Dengan demikian Ilmu Lingkungan
ialah ilmu yang mempelajari lingkungan hidup, yang disusun oleh sumberdaya manusia
dan sumberdaya alam hayati (mahluk hidup), sumberdaya alam non hayati dan
sumberdaya buatan (sebagai habitat atau tempat tinggal).
Sebagai induk Ilmu lingkungan ialah adanya
pengetahuan yang mempelajari hubungan timbal balik yang dinamis antara mahluk hidup
dengan habitat atau tempat tinggalnya. Asal kata “ekologi” adalah oikos (rumah
tangga) dan logos (ilmu pengetahuan). Jadi ekologi ialah ilmu
pengetahuan tentang hubungan timbal balik yang dinamis antara mahluk hidup
dengan rumah tangga atau lingkungannya.
Ekologi dibagi menjadi dua
cabang, “autekologi” dan “synekologi” (Odum, 1971). Autekologi
berkecimpung dalam studi organisme atau species secara individual, dan synekologi
mempelajari kelompok-kelompok organisme yang tergabung sebagai suatu unit. Apabila kita mempelajari pohon keruing dalam
hubungannya dengan bahan baku desain interior, maka autekologi-lah ilmunya;
tetapi apabila yang menjadi sasaran penelitian adalah hutan dimana pohon
keruing sebagai bahan baku interior itu hidup, maka pendekatan dengan
synekologi.
P enduduk
L ingkungan Desain Interior T eknologi
O rganisasi
|
Gambar 3: Hubungan PLOT Lingkungan
Interior
5. Klasifikasi Lingkungan Hidup
Secara sederhana lingkungan hidup terdiri
dari Lingkungan Abiotik, Biotik dan Cuture.
Lingkungan Abiotik
juga disebut lingkungan fisik alam dan buatan; Lingkungan Biotik
terdiri dari mahluk hidup flora dan fauna; sedangkan Lingkungan Culture terdiri
dari lingkungan sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan nasional
(Sosekbudhankamnas). Secara lebih rinci Soemirat (1996) mengklasifikasi
lingkungan hidup terdiri dari:
a. Lingkungan yang hidup (Biotis)
Lingkungan yang tidak hidup
(Abiotis)
b. Lingkungan Alamiah
Lingkungan Buatan (manusia)
c. Lingkungan Prenatal
Lingkungan Postnatal
d. Lingkungan Biofisis
Lingkungan Psikososial
e. Lingkungan Air (Hydrosfir)
Lingkungan Udara (Atmosfir)
Lingkungan Tanah (Litosfir)
Lingkungan Biologis (Biosfir)
Lingkungan Sosial (Sosiosfir)
f. Kombinasi dari klasifikasi tersebut.
Oleh karena kita hidup dalam kancah desain
interior dan berkarya desain serta penghuninya menyangkut banyak orang, maka
terkadang ada dampak yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi janin
dalam kandungan. Dalam konteks ini, kita perlu mengenal Lingkungan Prenatal,
yaitu Lingkungan manusia sebelum lahir ataupun lingkungan embrio/janin yang ada
di dalam kandungan ibu. Menurut (Soemirat, 1996) Lingkungan Prenatal
terdiri dari:
a) Lingkungan embrio/janin yang
selanjutnya dibagi lagi menjadi fase dua bagian: 1) Lingkungan
Makro (tubuh Ibu), 2) Lingkungan
Mikro (Rahim Ibu
beserta isinya)
b)
Lingkungan Matro atau Lingkungan Ibu atau
lingkungan Postnatal.
Gambar 4: Skema Hubungan
Lingkungan Interior
6. Lingkungan Mikro dan Matro
Lingkungan Mikro terdiri atas
otot-otot rahim, plasenta, cairan amnion, janin lain pada kehamilan kembar dsb.
Lingkungan mikro ini melindungi embrio (0-2 bulan), dan janin (3-9 bulan) dari
berbagai faktor disgenik seperti tekanan mekanis, bakteri patogen dsb.
Lingkungan Matro adalah
lingkungan ibu ataupun sama dengan lingkungan Postnatal. Banyak pengaruh
lingkungan postnatal terhadap kesehatan janin, baik eugerik maupun disgenik.
Faktor yang terdapat dalam lingkungan Matro terdiri atas elemen fisik, kimia,
biologis dan sosial.
7.
“Habitat”
Habitat, kata bahasa Perancis yang berarti
“Tempat kediaman mahluk hidup dan juga lingkungan tempat tinggal manusia”,
sebagai lingkungan perumahan yang nenampung segala keperluan biologik dan
tuntutan psikologik kesejahteraan serta
kesehatan penghuninya.
Resolusi PBB
Nomor: 40/201 A, tanggal 17 Desember 1985 telah disepakati bahwa pada setiap
hari Senin minggu pertama bulan Oktober ditetapkan sebagai Hari HABITAT Dunia..
Pengertian “HABITAT”
diartikan sebagai tempat tinggal atau hunian manusia beserta lingkungannya,
dengan demikian “HABITAT” mempunyai peranan yang sangat penting
dalam kehidupan manusia, karena dari tempat tinggal atau hunian
itulah terbentuk watak dan kepribadian seseorang. Tema Peringatan Hari
HABITAT Dunia 2003 adalah “Water and Sanitation for Cities“ (air dan sanitasi untuk perkotaan)
dengan Sub Tema Kota yang bebas dari Lingkungan Permukiman Kumuh.
8. Pencemaran Lingkungan
Adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau
berubahnya tata lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,
sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya (Anonimus, 1989).
Kualitas lingkungan
ditetapkan pada suatu periode dan tempat tertentu. Kualitas adalah suatu
numerik yang ditetapkan berdasarkan situasi dan kondisi tertentu dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi lingkungan. Kualitas
lingkungan mengalami perubahan pada suatu periode tertentu sesuai dengan
interaksi komponen lingkungan (Gintings P., 1992)..
9. Hemeostatis dan Daya Dukung
Lingkungan (Carrying Capacity)
Ekosistem berfungsi karena
adanya aliran energi dan daur materi. Saling pengaruh-mempengaruhi antara
aliran energi dan daur materi di dalam ekosistem menghasilkan keadaan Homeostatis
yang mantap. Keadaan tumbuhan dan
semua hewan yang tetap ada dan tidak punah disebut disebut keadaan yang
seimbang, equilibrium atau Homeostastis.
Kemampuan alami ekosistem untuk melanjutkan kehidupan dan
pertumbuhan.
Pertumbuhan
yang tidak terkendali dapat melampaui daya dukung dan berakibat merusak
ekosistem.
Pertumbuhan
populasi predator merugikan, berdampak negatif pada mangsa. Sebaliknya
pertumbuhan populasi mangsa berakibat positif bagi predator. Dampak negatif
tidaklah memusnahkan mangsa, sebaliknya jumlah mangsa yang semakin menipis
mengakibatkan predator kelaparan dan banyak yang mati, sehingga mangsa dapat
tumbuh lagi.
Dampak lingkungan adalah
perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu kejadian (UULH 4, 1982, Pasal
1 ayat 9).
Bumi dan kehidupan merupakan dua
hal yang saling membentuk, saling berinteraksi dan saling tergantung satu
terhadap yang lain. Bumi dan kehidupan merupakan totalitas sumberdaya yang
memungkinkan keduanya berwujud. Jadi sumberdaya bagi kehidupan adalah semua
yang berwujud dan terdapat di bumi, termasuk kehidupan atau mahluk hidup itu
sendiri tanpa kecuali.
Gambar 9:
Timbulnya Sisa Daur Ulang
(Hufschmidt, 1988)
10. Standardisasi dalam Desain Interior
Merupakan proses produk Desain Interior
yang meliputi merumuskan, merevisi, menetapkan dan menerapkan standar,
melaksanakan Participatory Learning Methods secara secara tertib dan
kerjasama semua pihak yang terdiri dari produsen dan pembuat karya desain interior maupun desain, masyarakat sebagai
konsumen, para pakar, budayawan, peneliti, pemerintah juga organisasi profesi
maupun Non Government Organization (NGO).
Standards and Conformmance
1. Laboratorium penguji
2. Kalibrasi
3. Sertifikasi produk Desain Interior
4. Sistem mutu Desain Interior
5. Sistem manajemen lingkungan
6. Sistem tenaga kerja berkualitas
7. Intervensi inovasi
Produk
Karya-Seni
Standardisasi
Mutu/Kualitas
Konsumen
Gambar 10 :
alur Fungsi Standardisasi Produk Karya-Seni dan Karya Desain
11. ISO 14000
ISO 14000 adalah kode praktik lingkungan
hidup sukarela yang dikeluarkan oleh International
Standardization Organization (ISO)
yang markas besarnya berkedudukan di Jenewa , Swis.
Tak ada paksaan para Desain Interior dan desainer yang mempunyai usaha produksi
secara masal/pabrikan untuk menerimanya. Apabila menerimanya, ia harus berkelakuan sesuai (comformance) dengan kode praktik itu. Comformance diawasi dengan audit periodik.
Pemberi sertifikat dan yang mengaudit bukanlah pemerintah, melainkan badan
swasta yang telah diakreditasi oleh International Standardization Organization (ISO). Penerimaan kode praktik
itupun dapat bersifat formal dengan mendapatkan sertifikat. Dapat pula sebuah
badan melakukan deklarasi sendiri (self declaration) dan melakukan audit internal.
ISO 14001 diberikan pada
perusahaan yang mempunyai Sistem Pengelolaan Hidup (SPLH) atau Environmental Management System (EMS) yang sesuai dengan
standar yang telah ditentukan. Standar itu tidak mengatur teknologinya,
melainkan sistemnya. ISO 14001 bukanlah satu-satunya standar sistem pengelolaan
lingkungan hidup. Uni Eropa mempunyai Eco-management and Audit Sheme (EMAS) dan Inggris BS 7750. Ada pula standar yang
dikeluarkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, misalnya The Natural Step (TNS) dan Coalition for Environmentally Responsible
Economies (CERES). Asosiasi industripun mempunyai kode praktik sukarela
pengelolaan lingkungan hidup. Misalnya, Chemical Producers Association mempunyai the Responsible Care. Tetapi yang menunjukkan perkembangan yang paling cepat dan
luas ialah ISO 14001.
Sifat Sistem Pengelolaan
Lingkungan Hidup (SPLH ) bertumpu
pada tiga pilar:
a. kepatuhan pada undang-undang;
b. sikap pro-aktif;
c. perbaikan terus-menerus.
A. Lingkungan Abiotik
12. Atmosfir
Atmosfir adalah lingkungan udara, yakni,
udara yang meliputi planet bumi ini. Atmosfir terdiri atas beberapa lapisan
yang terbentuk karena adanya interaksi antara sinar matahari, gaya tarik bumi, rotasi bumi, dan suhunya:
Atmosfir merupakan lapisan udara
pembungkus sekeliling bumi. Atmosfir bukan termasuk fenomena cuaca, tetapi
merupakan media dan ruang proses untuk berlangsungnya proses penyusun anasir
cuaca dan iklim.
Tabel 3:
Pembagian Lapisan Atmosfir Menurut Perbedaan Suhu
Lapisan
|
Suhu
(°C)
|
Altitud
(km)
|
Unsur
Kimia Utama
|
Troposfir
Stratosfir
Mesosfir
Thermosfir
|
15 – 56
-56 - - 2
-2 - -
92
-92 - - 1200
|
0 - 11
11 – 50
50 – 85
85 – 500
|
N2, O2, CO2,
H2O,
O3
O2, O, NO
|
Sumber: Manahan, Stanley E., E 1972
13. Udara
Bagian bawah atmosfir yang tidak berwarna
dan tidak berbau, sehari-hari dihirup untuk mempertahankan kelangsungan hidup,
sebetulnya merupakan bahan campuran yang sangat komplek. Bahan ini dikenal
dengan nama udara, tersusun atas tiga anasir penting yaitu: udara kering, uap
air, dan beberapa bahan pengotor (impurities) yang berperan penting untuk kelangsungan
daur air.
Udara merupakan campuran berbagai gas, uap
air dan debu. Gas oksigen diperlukan untuk pernapasan dan pada umumnya kadarnya
mencukupi. Karena itu kulaitas udara lebih berkaitan dengan kadar
gas yang mempunyai efek merugikan terhadap kesehatan manusia dan fungsi ekologi
udara. Dua
fenomena penting berkaitan dengan fungsi ekologi udara, yaitu pemanasan global
dan perlindungan terhadap sinar Ultra Violet (UV) matahari.
Sampai dengan ketinggian sekitar
80 Km, komposisi udara kering atmosfir dapat dikatakan seragam. Udara kering
merupakan campuran dari gas-gas yang terpisah-pisah, masing-masing mempunyai
watak fisik dari gas-gas dan mempunyai tekanan parsialnya. Dalam persen volume
komposisi udara kering kira-kira terdiri atas: 78,0% Nitrogen (N2); 21,0%
Oksigen (O2); 0,93% Karbondioksida (CO2); dan 0,001% Ozon (O3). Jumlah keseluruhan gas-gas tersebut 99,961%.
Sisanya sebesar 0,039% terdiri dari gas-gas terunut (trace) seperti Helium, Neon, Kripton, Hidrogen, dan
Xenon.
14. Isu Lingkungan Global
Lingkungan Global sebenarnya merupakan pencemaran
yang terjadi hampir di seantero pelosok bumi di negara maju maupun di negara
berkembang. Terdapat empat hal pokok yang menyangkut masalah lingkungan global,
yaitu perubahan tingkat pertumbuhan penduduk, limbah bahan bahaya beracun (B3);
pergeseran lokasi sumber, dan penyebaran
pencemaran dari negara industri ke negara berkembang, serta menyebarnya dampak
lokal menjadi global. Berikut ini perubahan tingkat pertumbuhan penduduk seiring
dengan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan penduduk diikuti dengan konsumsi
minyak bumi dan penggunaan energi yang meningkat.
Limbah bahan berbahaya beracun
(B3) yang sangat ditakuti adalah limbah pestisida dan sampah radio aktif. Terdapat dua hal penyebab utama pencemaran
lingkungan, yaitu:
a. pertumbuhan penduduk
yang sejalan dengan perkembangan ekonomi.
b. barangkali karena
gerakan ekologi dangkal negara maju yang mengekspor pencemaran ke negara
berkembang untuk mengurangi pencemaran di negara mereka sendiri.
Pencemaran tidak mengenal batas
negeri (pollution knows no
national boundary) sehingga pencemaran pada suatu negara akan berakibat pada negara
lain.
Kasus hujan asam adalah
contoh yang nyata. Hujan asam adalah hujan dengan derajad keasaman pH lebih
kecil dari 5,6. Air hujan menjadi asam karena terkontaminasi oleh sulfur
dioksida (SO2) dan oksida nitrogen (NOx). Sumber SO2
yang utama adalah industri dengan
bahan bakar batu bara, sumber NOx
yang terbesar adalah kendaraan bermotor. Akibat hujan asam pada bangunan, ekosistem danau,
lahan, dan hutan serta tanaman pertanian sangatlah merugikan.
15. Troposfir
Daerah troposfir ditandai oleh temperatur
yang semakin rendah (semakin dingin) apabila ketinggian bertambah. Hal ini
disebabkan oleh semakin jauhnya
jarak dari permukaan bumi, sehingga panas
yang diradiasikan bumi semakin berkurang; selain itu kepadatan udarapun semakin
rendah.
Udara dalam troposfir ini relatif
tercampur dengan baik dan cepat (rapid vertical mixing) sehingga unsur-unsur kimia yang ada di
dalamnya relatif homogen dengan syarat bahwa udara tidak tercemar. Namun saat
ini, baik spesies maupun kadar zat kimia di dalam
troposfir sudah semakin bertambah, dengan meningkatnya zat-zat penyebab efek
rumah kaca seperti CO2, CFC, CH3, NO, Perfluoro Carbon, dan Carbon Tetra
Fluorida. Oleh
karenanya, temperatur troposfir diperkirakan akan meningkat 1.5 derajad Celcius
dalam seratus tahun mendatang (Soemirat, 1996). Kenaikan temperatur ini akan
disertai dengan perubahan pada curah hujan, cuaca, banjir di daerah pesisir
karena naiknya permukaan laut, di samping karena es di kutub mulai mencair.
Kandungan air lapisan troposfir ini bervariasi tergantung banyaknya penguapan,
pembentukan awan, dan presipitasi yang terjadi.
16. Pemanasan Global
Pemanasan global ialah peristiwa
naiknya suhu permukaan bumi. Faktor pengaruh adalah faktor lokal, letak
geografi dan topografi, faktor pengatur iklim ialah suhu atmosfir karena suhu
merupakan sumber energi yang menggerakkan faktor iklim. Suhu atmosfir ditentukan oleh
kadar gas yang disebut gas rumah kaca (GRK). Gas rumah kaca antropogenik yang penting
ialah CO2, kloroflurokarbon (KFK), ozon, metan dan
NO2.
Gas Rumah Kaca (GRK) bekerja
seperti kaca pada rumah kaca, transparen untuk cahaya matahari bergelombang
pendek sehingga cahaya matahari dapat sampai ke permukaan bumi. Setelah
mengenai permukaan bumi cahaya matahari dipantulkan sebagai sinar infra merah.
Seperti halnya kaca pada rumah kaca, GRK tidak transparen untuk gelombang infra
merah, melainkan menyerapnya dan gelombang itu terperangkap di dalam atmosfir.
Akibatnya suhu atsmosfir naik, terjadilah efek rumah kaca (ERK). Makin tinggi
kadar GRK, makin tinggi ERK dan makin tinggi pula suhu atmosfir.
Gambar: Efek Rumah
Kaca
Efek rumah kaca dan pemanasan global merupakan
fenomena pencemaran global lain yang semakin mengkhawatirkan. Efek rumah kaca
terjadi karena semakin banyaknya gas CO2 di angkasa berakibat cahaya
matahari sampai ke bumi dipantulkan ke angkasa ternyata tertahan di lapisan CO2
tersebut dan dipantulkan balik ke permukaan bumi yang menjadikan bumi semakin
panas. Sumbangan gas CO2 terhadap efek rumah kaca sekitar 50% saja.
Penyebab lainnya adalah gas methane (15%), CFC (13%), NOx (9%), dan gas
stratosfir (13%).
17. Stratosfir
Daerah stratosfir ditandai
dengan temperatur udara yang semakin meningkat dengan meningginya altitud.
Kenaikan suhu ini disebabkan karena adanya lapisan ozon atau ozonosfir di
pertengahan lapisan stratofir dengan kadar ozon mencapai 10 volum ppm. Ozon
mengabsorbsi sebagian besar sinar ultra-violet (UV), dan secara tidak langsung
mengubahnya menjadi panas. Lapisan ini melindungi kehidupan di bumi dari radiasi sinar
ultra-violet, penyebab utama kanker kulit pada manusia.
18. Lubang Ozon
Disebabakan perusakan lapisan ozon oleh Chlorofluorocarbon
(CFC), mengakibatkan menipisnya lapisan ozon sehingga terjadilah lubang
ozon. Penipisan lapisan ozon terus meningkat, mengakibatkan semakin banyak
Ultra Violet (UV) bergelombang pendek yang sampai ke bumi. Dampaknya ialah
bertambahnya jumlah penderita kanker kulit, penyakit mata katarak, dan
penurunan kekebalan tubuh.
Saat ini, lapisan ozon di atas Antartika
telah menipis dengan 90%, sehingga tertinggal 10%-nya saja. Luas daerah yang
menipis ini dikenal sebagai lubang ozon (ozone
hole). Akibatnya jumlah sinar
ultra violet yang sampai ke permukaan bumi menjadi semakin banyak (Soemirat,
1996).
Penyebab utama terjadinya lubang ozon
adalah Chloro-Fluoro-Carbon (CFC) yang sintetis. Unsur aktif yang mengurangi
lapisan ozon adalah atom khlorin yang merupakan hasil penguraian CFC yang
mengabsorbsi UV berenersi tinggi.
Freon dapat merusak Lubang Ozon
suatu lapisan yang menyelubungi bumi. Pencemaran global yang lain disebabkan
senyawa kimia freon tersebut atau Clorofluorocarbon (CFC) yang merusak lapisan ozon. Lapisan
ozon menyelubungi bumi di dalam stratosfir pada ketinggian sekitar 15 sampai 25
km dari permukaan bumi. Ozon menjadi penyaring sinar ultraviolet, sedangkan
sinar ultraviolet jenis UV-C sangat berbahaya bagi kehidupan karena dapat
menimbulkan kanker.
a. Freon pada Kulkas
Sasaran dasar kulkas (mesin pendingin)
adalah menurunkan kegiatan bakteri agar makanan perlu waktu lama untuk dapat
menjadi rusak. Suhu dingin juga membantu makanan tetap segar
lebih lama. Untuk melaksanakan gagasan tadi dipakailah penyerapan cairan untuk
menyerap panas. Cairan itu biasa disebut Refrigerant (media pendingin). Ia menguap dalam suhu
sanga rendah, sehingga bisa menciptakan suhu membeku dalam kulkas. Refrigerant
pertama adalah gas amonia murni yang dapat menguap pada suhu –320 C.
Gas amonia amat beracun, berbahaya jikalau bocor.
Pada tahun 1930 Du Pont
mengembangkan freon atau Chlorofluorocarbon (CFC) menjadi Diklorodifluoromethane (CFC-12) yang aman dipakai. Pada tahun
1970 baru ketahuan kalau CFC berbahaya bagi lapisan ozon pelindung bumi.
Awal tahun 1970, kulkas telah mulai disemati dengan tanda bebas CFC yang
berlambang dua tangan menyangga dunia.
Terdapat lima bagian utama kulkas agar dapat bekerja
menjadi mesin pendingin yaitu: kompresor, katup perurai, rangkaian pipa di
dalam dan di luar (terletak di belakang kulkas), serta refrigerant. Kompresor
memanfaatkan gas refrigerant hingga suhu tekanannya naik. Rangkaian pipa di
luar unit membuat refrigerant menguapkan panas hasil tekanan, dan saat terjadi
pendinginan ia mengembun menjadi cairan yang dialirkan lewat katup perurai.
Cairan lalu pindah dari tempat bertekanan tinggi ke rendah hingga memuai dan
menguap, menyerap panas, dan menjadi dingin. Rangkaian pipa di dalam unit
menghasilkan refrigerant menyerap panas, membuat bagian dalam kulkas menjadi
dingin.
Pada tahun 2002 perusahaan Yamaha mengenalkan Bi2Te3 sebagai pengganti freon dan kompresor.
Demikian juga Matsushita Electrical Industrial, pemilik merk dagang Panasonic
mengenalkan Hydrocarbon (R60Oa) sebagai refrigerant hingga kulkas kini
memakai label non-CFC dan non-HCFC. Kerja pendingin yang lebih baik juga
menghemat listrik tentunya.
b. Freon pada Air Conditioning
Zat freon banyak dipergunakan untuk
pendingin ruangan atau Air Conditioning (AC). Padahal AC pada daerah tropis
banyak dipergunakan untuk pendingin interior bergerak (mobil, pesawat, kereta
api, dan perahu), juga dipergunakan pada interior yang menetap (rumah, hotel, kantor , rumah sakit dsb). Disisi lain AC memberi
kenyamanan di dalam interior, sekaligus dapat merusak ozon dan tejadi
pemborosan energi. Untuk itu eko-interior kurang merekomendasi penggunaan
freon, sehingga apabila dimungkinkan lebih baik direncakan desain yang ramah
lingkungan dengan memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan alami agar hemat
energi.
19. Protokol Kyoto
Protokol Kyoto ialah persetujuan
internasional untuk implementasi Kerangka Konvensi Perubahan Iklim (Framework Convention on Climate Change) yang disetujui
KTT Bumi di Rio de Janeiro , Brasil tahun
1992. Salah satu butir Protokol Kyoto
ialah Mekanisme
Pembangunan Bersih
atau Clean Development Mechanism mengatur perdagangan reduksi gas rumah kaca
(GRK). Dalam rangka Mekanisme
Pembangunan Bersih sebuah negara atau sebuah badan yang
mereduksi emisi gas rumah kacanya dapat mendapatkan sertifikat untuk reduksi
emisinya itu. Reduksi Emisi berSertifikat (RES) atau Certified
Emission Reduction dapat dieprdagangkan di pasar global. Dengan demikian perusahaan
Produksi karya desain yang memiliki
sertifikat ISO 14001 dapat mendapatkan RES dari reduksi emisi GRK sebagai
akibat penggunaan teknologi eko-efisiensi dan ekologi industri.
20.
Perdagangan Emisi Dalam Kerangka Protokol Kyoto
Perdagangan emisi dalam kerangka Protokol
Kyoto merupakan kasus yang sedang berkembang secara internasional. Protokol
Kyoto merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim
(KKPI) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menggunakan mekanisme
lentur (flexible mechanisms) perdagangan reduksi emisi. KKPI dihasilkan
di KTT Bumi di Rio dalam tahun 1992. Dalam Protokol Kyoto yang disetujui dalam
tahun 1997 dinyatakan bahwa negara Annex I, yaitu negara maju, dalam tahun
komitmen 2008 sampai 2012 akan mengurangi emisinya dengan minimal 5% di bawah
emisi 1990. Reduksi emisi ini dapat dilakukan dengan berpatungan (jointly),
yaitu sebuah negara yang dapat mereduksi emisinya lebih daripada yang disetujui
dapat memberikan kelebihan itu kepada negara lain dengan biaya tertentu.
Tumbuhlah perdagangan reduksi emisi.
Emisi yang diperdagangkan ialah gas rumah kaca (GRK) yang tertera dalam
Lampiran A Protokol Kyoto, yaitu karbondioksida (CO2), metan (CH4),
nitrous okside (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)
dan sulfurhexafluorida (SF6). Karena karbondioksida (CO2)
merupakan GRK terpenting, dalam percaturan internasional semua GRK dinyatakan
dalam ekivalen karbon atau CO2. Karena itu perdagangan emisi disebut
juga perdangan karbon. Mekanisme perdagangan bersifat lentur (flexible)
sehingga sifatnya adalah Atur-Diri-Sendiri (ADS). Yang ditentukan ialah sasaran
reduksi, yaitu 5% di bawah emisi tahun 1990 dan reduksi itu dapat
diverifikasi. Ketiganya terbuka untuk
badan pemerintah maupun swasta.
Bagi negara sedang berkembang, seperti
Indonesia, yang penting ialah Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) atau Clean
Development Mechanism (CDM) yang khusus mengatur perdagangan dengan negara
sedang berkembang (negara non-Annex I). MPB pada satu pihak bertujuan untuk
membantu negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada tercapainya
stabilisasi kadar GRK dalam atmosfer. Bantuan itu berupa pemindahan teknologi
dan dana dari negara maju ke negara sedang berkembang untuk melakukan
pembangunan berkelanjutan. Pada lain pihak MPB juga untuk membantu negara Annex
I untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mereduksi emisi GRK mereka. Dengan
demikian MPB tidak menghambat usaha pembangunan negara non-Annex I, melainkan
justru dapat membantu.
Yang dianggap sebagai reduksi emisi adalah reduksi emisi yang
melebihi pengurangan emisi yang akan terjadi tanpa adanya kegiatan proyek yang
disertifikasi (reductions in emissions that are additional to any that would
occur in the absence of the certified project activity). Istilah teknisnya
ialah addionality. Perdebatan masih berlangsung tentang interpretasi dan
cara menghitung additionality
tersebut. Masing-masing pihak berusaha untuk mendapatkan keuntungan.
Persetujuan juga menyangkut pengurangan
kadar GRK dengan memperbesar kemampuan rosot (sink). Misalnya,
rehabilitasi hutan dan reboasasi memperbesar penyerapan CO2 dari
udara sehingga kadarnya dalam atmosfer turun. Secara umum proyek ini disebut
tataguna lahan, perubahan tataguna lahan dan hutan (TLPTLH) atau landuse,
landuse change and forestry (LULUCF). Keuntungan proyek TLPTLH sebagai
proyek MPB ialah bahwa proyek itu sekaligus mempunyai efek perbaikan pencagaran
(konservasi) keanekaragaman hayati. Jelas kita sangat berkepentingan dengan
aspek ini.
Pada ketiga mekanisme Protokol Kyoto yang
diperdagangkan ialah yang disebut Reduksi Emisi yang ber-Sertifikat
(RES) atau certified emission reduction (CER). Jadi sebelum dapat dijual
kredit reduksi emisi itu harus diverifikasi dulu kebenarannya. RES adalah
kredit reduksi emisi yang telah diverifikasi. Verifikasi itu bertujuan untuk
menghindari penipuan. Verifikasi dilakukan oleh badan yang diakreditasi oleh
sebuah supervisory executive board yang akan dibentuk.
Dalam konteks otonomi daerah, Protokol
Kyoto memberi kesempatan untuk meningkatkan PAD. Betapa besarnya potensi MPB
dapat terlihat, antara lain, dari sebuah laporan studi strategi nasional
implementasi MPB di Kolombia. Studi itu meliputi 28 jenis proyek dan menemukan
bahwa nilai RES maksimum adalah US$19/tCO2 dan nilai yang paling
mungkin (most probable) adalah US$9,8/tCO2. Dengan asumsi
adanya kondisi pasar yang optimal, seperti informasi yang sempurna, risiko
rendah, pasar modal yang efisien dan institusi yang berfungsi baik, potensi teknis
reduksi emisi adalah 42 Mt CO2 ekivalen per tahun (dihitung untuk tahun 2010).
Dengan memperhatikan kendala yang dapat
menurunkan potensi teknis reduksi emisi, nilai RES diperkirakan hanya 22,9 Mt
CO2 ekivalen. Berdasarkan angka ini nilai RES tersebut adalah hampir
US$225 juta, setara dengan ekspor utama mereka yang berupa pisang dan bunga.
·
Rehabilitasi
hutan dan reboasasi lahan kritis;
·
Mengurangi
emisi CO2 dari sistem transpor dan industri dengan penerapan
eko-efisensi;
·
Mengurangi
emisi CO2 dengan
mengembangkan energi terperbarukan biomassa, surya (photovoltaic)
dan angin;
·
Mengurangi
emisi metan dengan mengurangi penanaman dan konsumsi beras melalui
penganekaragaman pangan sehingga luas sawah sebagai penghasil metan berkurang;
·
Mengurangi emisi metan dengan
memperbaiki pengelolaan peternakan sapi.
·
Mengurangi
emisi metan dari tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
·
Industri
dengan melakukan usaha penghematan energi dengan eko-efisiensi.
Perdagangan reduksi emisi hanyalah mungkin, apabila biaya reduksi
emisi di suatu tempat lebih rendah daripada di tempat lain. Di sini nampak adanya unsur persaingan dagang. Karena
itu untuk mendapatkan RES perlu bekerja keras karena harus bersaing dengan
banyak negara, misalnya melalui tender. Belanda,
misalnya, telah membuka tender internasional pada tahun 2001 yang meliputi co-generation,
energi angin, energi PLTA, biomassa, reforestasi dan ekstraksi gas metan dari
tempat pembuangan akhir sampah (TPA)..
21. Mesosfir
Suhu udara di atas lapisan stratosfir
menjadi semakin dingin dengan meningkatnya aktitude, yang dikenal sebagai
lapisan mesosfir, Penurunan suhu ini disebabkan karena kadar
ozon di dalam lapisan ini menjadi semakin tipis.
22. Thermosfir
Di luar lapisan ini temperatur
naik dengan cepat karena terjadinya absorbsi sinar-sinar cosmos. Lapisan ini
disebut Thermosfir dan suhu di dalamnya dapat mencapai sekitar 1200 derajad
Celcius.
Lapisan-lapisan atmosfir ini
memungkinkan adanya kehidupan pada permukaan planet bumi. Sinar-sinar cosmos yang panas
dan radioaktif sebagian besar tertahan dengan terbentuknya lapisan-lapisan
tersebut. Atmosfir memelihara keseimbangan panas di bumi dengan mengabsorbsi
sinar-sinar infra merah dari matahari dan dari pancaran kembali permukaan bumi.
23. Hidrosfir
Hidrosfir adalah lingkungan air yang
sebagian besar (71%) dari permukaan bumi tertutup oleh air. Lingkungan air yang
begitu luasnya, sangat berpengaruh terhadap iklim. Karena air lebih sulit
menjadi panas dibanding dengan litosfir, maka di siang hari air lebih dingin
daripada tanah, dan pada malam hari ia akan lebih lambat menjadi dingin,
sehingga ia lebih panas dari pada daratan di malam hari. Arah aliran air sangat
dipengaruhi oleh rotasi bumi, bulan, dan matahari. Akibat cuaca, air terdapat
dalam ketiga wujudnya di alam yaitu, dalam bentuk padat (es), cair, dan
gas/uap; sesuatu yang sangat spesifik bagi lingkungan air dan jumlahnya di
dunia ini praktis konstan.
Sumber air didayagunakan manusia
untuk berbagai keperluan, diantaranya penggunaan untuk bidang budaya, antara
lain untuk membuat karya desain
interior, transportasi, industri dan untuk rekreasi yang banyak
menampung hasil kesenian konsumsi budaya dan pariwisata.
Perkembangan budaya ini terjadi
sebagai akibat dari kebutuhan yang dirasakan manusia dan adanya interaksi
antara manusia dengan lingkungan air. Bahwa air telah memberikan rangsangan pada
perkembangan budaya manusia purba, tampak pada benda-benda yang seringkali
terdapat pada penggalian benda arkheologis yang sering ditemukan periuk dan
belanga maupun guci yang dahulunya
terbuat dan dipakai untuk menyimpan air.
Air adalah esensial untuk kehidupan.
Kebutuhan air tidak saja menyangkut kuantitas, melainkan juga kualitas. Jumlah
air yang tersedia sangat berkaitan dengan iklim, terutama curah hujan. Air juga
berkait erat dengan hutan, baik kuantitasnya maupun kualitasnya. Faktor penting
lain yang mempunyai pengaruh besar pada kuantitas dan kualitas air yang
tersedia ialah kegiatan manusia.
Air dalam tubuh manusia, berkisar 50 s.d
70% dari seluruh berat badan, karenanya orang dewasa perlu minum 1,5 s.d 2
liter air sehari.
Karena air tidak bertambah ataupun
berkurang, maka dengan meningkatnya pemanfaatan air, kualitasnya yang dapat
berubah. Hal ini terjadi apabila kemampuan air untuk membersihkan dirinya
secara alamiah sudah terlampaui, oleh karena itu diperlukan tindakan untuk
mencegah terjadinya pencemaran air.
Pengelolaan hidrosfir dilakukan dengan
mengelola pemanfaatan sumberdaya air. Tiga aspek yang perlu diperhatikan
adalah:
a. penghematan dan konservasi,
b. minimasasi pengotoran dan pencemaran,
c. maximisasi daur ulang
dan pemanfaatan kembali.
24.
Pengelolaan Air
Dengan adanya globalisasi isu dan
keprihatinan lingkungan hidup yang telah merambah pula keberadaan air sebagai
sumber daya alam, maka pengelolaan air tidak dapat lagi mengabaikan lingkungan
hidup. Para pemakai air harus bersikap ramah
lingkungan. Barangsiapa berlaku mencemari air, tidak berjiwa mengelola air
serta mengabaikan kualitas dan kuantitas air berarti ia juga anti-lingkungan
hidup. Masyarakat yang menjadi pemakai air semakin kesulitan memperoleh air
bersih, mereka akan memilih produk lain air seperti air dalam kemasan Aqua yang
mahal harganya, secara cepat atau lambat daya saing produk mereka akan merosot.
Oleh karena itu pengelolaan air perlu menggunakan sebuah Sistem Pengelolaan
Lingkungan Hidup (SPLH) yang ramah lingkungan hidup.
Air sangat esensial untuk kehidupan.
Kebutuhan air tidak saja menyangkut kuantitas, melainkan juga kualitas. Jumlah
air yang tersedia sangat berkaitan dengan iklim, terutama curah hujan. Air juga
berkait erat dengan hutan, baik kuantitasnya maupun kualitasnya yang
penilaiannya berdasarkan peruntukannya. Faktor penting lain yang mempunyai
pengaruh besar pada kuantitas dan kulaitas air yang tersedia ialah kegiatan
manusia. Apapun peruntukkannya, kualitas air akan menurun bila terjadi
pencemaran. Penurunan ketersediaan air bersih akan berdampak negatif terhadap
keberlanjutan pembangunan, yang saat ini tidak diimbangi kapasitas kelembagaan pengendalian
pencemaran air. Tindakan
pemerintah terhadap pelanggaran baku
mutu limbah jarang dilakukan atau bahkan hampir-hampir tak ada. Demikian pula
tak ada tindakan terhadap perusakan lingkungan hidup lainnya, misalnya,
perusakan hutan. Penegakan hukum yang sangat lemah ini merupakan pendorong bagi
banyak masyarakat dan usahawan untuk tidak mematuhi perundang-undangan. Perhitungannya
ialah bahwa biaya berdamai lebih murah daripada biaya mematuhi undang-undang.
Akibatnya, kerusakan pencemaran air kita telah mencapai daerah yang luas dan
tingkat yang tinggi. Sumbangan industri pada pencemaran air di Jawa berkisar
antara 25-30% beban total pencemaran dan laju kerusakan hutan adalah lebih dari
sejuta hektar per tahun. Sebagian besar contoh (sample) penelitian ikan dari
Teluk Jakarta
mengandung logam berat yang melebihi ambang batas WHO (World Health Organization). Biaya sosial-ekonominya pun
sangat tinggi.
Karena air tidak bertambah ataupun
berkurang, maka dengan meningkatnya pemanfaatan air, kualitasnya yang dapat
berubah. Hal ini terjadi apabila kemampuan air untuk membersihkan dirinya
secara alamiah sudah terlampaui, oleh karena itu diperlukan tindakan untuk
mencegah terjadinya pencemaran air.
Pengelolaan dilakukan dengan mengelola
pemanfaatan sumberdaya air, dengan memperhatikan: penghematan dan konservasi,
minimalisasi pengotoran dan pencemaran, serta maximisasi daur ulang dan pemanfaatan
kembali.
Peranan pemerintah adalah terutama memberi pedoman atau rambu-rambu,
misalnya baku
mutu lingkungan hidup. Tetapi tidak mengaturnya secara mendetil bagaimana
memenuhi pedoman atau rambu-rambu itu. Pemerintah mengembangkan instrumen insentif-disinsentif,
termasuk instrumen pasar, untuk mendorong kelakuan yang ramah lingkungan dan
menghambat kelakuan yang anti-lingkungan hidup. Pemerintah memberi alternatif-alternatif teknologi
ramah lingkungan hidup. Mana yang dipilih, terserah pada masyarakat. Instrumen
insentif-disinsentif juga mendorong masyarakat untuk berinisiatif mengembangkan teknologi ramah lingkungan hidup.
Masyarakat juga didorong untuk mengembangkan kode
praktik lingkungan hidup sukarela yang merupakan pedoman pemanfaatan sumberdaya
air dengan cara yang ramah lingkungan yang menguntungkan semua pihak. Kode
praktik itu tidak ditentukan oleh pemerintah, melainkan oleh masyarakat sesuai
dengan kondisi lingkungan hidup biogeofisik dan sosial-budaya-ekonomi
masing-masing. Kode praktik itu bersifat lentur dan dapat diperbaiki berdasar
pengalaman sukses dan kegagalan serta berko-evolusi dengan lingkungan hidup
yang mengalami perubahan dengan dinamis. Unsur-unsur kearifan tradisional yang
masih relevan dan sesuai dengan kondisi mutakhir diadopsi, sedangkan yang telah
dysfungsional karena tidak sesuai lagi dengan perubahan lingkungan hidup
biogeofisik dan sosial-budaya-ekonomi dibuang.
25. Litosfir
Semua bagian bumi yang padat, mulai dari
pusat bumi sampai ke permukaan dikelompokkan ke dalam Litosfir. Pusat bumi
disebut ‘core’ terdiri sebagian besar atas Nikel dan Besi,
berdiameter kurang lebih 6900 Km, bersuhu 3.000 s.d 4.000 derajad Celcius, dan
mempunyai tekanan barometris 3,5 juta Atmosfir. Sebelah luarnya ‘core’ terdapat
lapisan yang terdiri terdiri dari besi dan magnesium silikat, tebalnya sekitar
2.850 Km. Di sebelah luarnya lagi terdapat batuan yang terdiri silika magnesium
dan silika alumina yang merupakan dasar lautan dan daratan. Lapisan teratas
dari litosfir disebut tanah, suatu lapisan yang sangat tipis dibanding dengan
seluruh tebal litosfir. Tanah atau lahan ini mencakup 29% dari permukaan bumi atau
14.800 juta Ha. Sebagian besar 1.400 Ha diliputi oleh es, sehingga yang tersisa
13.400 Ha yang dapat dipergunakan untuk semua kegiatan di bumi.
Litosfir merupakan reservoir
mineral air, zat hara bagi tumbuhan, Kesemuanya dapat berpengaruh terhadap
perkembangan budaya dan desain interior manusia. Batu misalnya, adalah mineral
pertama yang digunakan manusia untuk membuat patung, candi dan perkakas.
Disusul dengan tanah liat, perunggu, tembaga, timah, marmer, perak, semen,
gelas, breksi, granit dan sebagainya. yang dibuat patung, keramik
26. Biosfir
Disebut juga ekosfir, adalah lingkungan
yang terdiri atas flora dan fauna, terkecuali manusia, sekalipun manusia itu
merupakan bagian dari alam, tetapi tidak digolongkan ke dalam biosfir. Batas biosfir ditentukan
sampai pada batas dimana tidak lagi terdapat benda hidup. Benda hidup di muka
bumi terdapat pada ketinggian kira-kira lima mil di atas bumi dan beberapa mil
ke dalam bumi
Biosfir tampak beraturan dengan
pola tertentu, dimulai dari seekor kelinci atau satu rumput yang disebut organisme, kemudian organisme ini berada
dalam suatu kelompok yang terdiri atas jenis yang sama, disebut populasi. Kumpulan berbagai populasi
tumbuhan atau hewan di daerah tertentu disebut komunitas, dan interaksi setiap organisme yang ada di dalam
komunitas ini dengan lingkungannya (biotis dan abiotis) disebut suatu ekosistem. Ekosistem dunia ini
berhubungan satu dengan yang lain, membentuk ekosfir.
B. Lingkungan Biotik
27. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati sebagai berjenis
mahluk hidup yang ada. Menurut definisi itu manusia sebenarnya masuk sebagai
bagian keanekaragaman hayati. Namun
karena manusia memandang dirinya di luar lingkungan hidup alamnya, manusia
menganggap dirinya bukan bagian keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati
dianggap sebagai sebagai kekayaan atau sumber daya yang dimiliki.Keanekaragaman
hayati terdiri atas hewan, tumbuhan hijau dan jasad renik. Masing-masing
kelompok terdiri atas banyak jenis, seperti hewan dan tumbuhan hijau.
Peranan keanekaragaman-hayati ialah
penyimpanan gen yang mengandung sifat keturunan dalam tubuhnya. Oleh karena itu
keanekaragam hayati juga disebut sumberdaya genetik. Fungsi keanekaragam hayati
yang lain ialah menjaga ranah (domain) stabilitas ekosistem. Fungsi ini
bertumpu pada interaksi antara berjenis mahluk hidup. Juga natara mereka dengan
faktor non-hayati, seperti udara, air, tanah, suhu dan kelembaban. Interaksi
ini membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Menurut teori Gaia susunan
atmosfir adalah hasil interaksi mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Di planet yang tak ada mahluk hidupnya tidak terdapat
susunan atomosfir seperti di bumi. Jadi menurut teori ini atmosfir sebuah
planet bukanlah penentu adanya mahluk hidup di planet tersebut, melainkan hasil
evolusi kegiatan mahluk hidup. Dengan menganalisis susunan atmosfir sebuah
planet dapat diambil kesimpulan deduktif ada atau tidak adanya mahluk hidup.
28. Daur Ulang dan Pengelolaan Sampah
Daur ulang kadang-kadang dicampuradukkan
dengan pakai ulang; padahal keduanya berbeda. Pada daur ulang (recycling, recycle)
sesuatu barang yang sudah dipakai dipakai lagi. Untuk keperluan itu biasanya
dimanfaatkan untuk keperluan lain baik langsung dari barang itu sendiri atau
barang itu dijadikan bahan baku untuk keperluan karya
desain interior yang lain.
Pada daur ulang ini sesuatu dimanfaatkan
untuk keperluan dan maksud lain yang berbeda dari peruntukannya yang semula.
Sebaliknya pada istilah pakai ulang, dimana betul-betul benda itu dipakai lagi
berulang-ulang sesuai dengan peruntukannya semula.
Menurut pengertian sehari-hari sampah
adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh pemilik atau pemakai
semula. Menurut pemahaman Hukum Thermodinamika II atau hukum Entropi, sampah
adalah sisa energi yang tidak terpakai pada suatu proses perubahan pemakaian
suatu bentuk energi lainnya. Jadi sampah masih mengandung energi, atau dayaguna
yang dapat dipergunakan untuk proses produksi karya-seni.
29. Pengelolaan Limbah
Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang
atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, khususnya dalam
mengahsilkan suatu karya-seni atau karya desain. Limbah umumnya dibagi menjadi
tiga, yaitu limbah yang berbentuk cair, padat dan limbah berupa gas. Apabila
jumlah limbah sudah di atas Nilai
Ambang Batas
yang diperkenankan, maka akan mempunyai dampak yang merugikan dan membahayakan
manusia dan lingkungan. Besar tidaknya dampak limbah tergantung dari sifat dan
jumlah limbah, serta daya dukung atau kepekaan lingkungan yang menerimanya.
Masalah yang sering timbul dalam penanganan limbah adalah masalah teknologi dan
biaya operasi yang tinggi. Namun demikian, bukan merupakan hal yang mustahil
apabila limbah di tangan Desain Interior dan disainer dengan sentuhan estetis
dapat didaur ulang atau dimanfaatkan menjadi produk karya-seni dan karya desain
yang sama mutu dan daya saingnya sekaligus sejalan dengan upaya pengendalian
pencemaran lingkungan..
Kualitas
limbah menunjukkan spesifikasi limbah yang diukur dari kandungan pencemar dalam
limbah. Menurut
Gintings P. (1992) kandungan pencemar dalam limbah terdiri dari berbagai
parameter. Semakin sedikit
parameter dan semakin kecil konsentrasi, menunjukkan peluang pencemar terhadap
lingkungan semakin kecil
Cleaner art work production policy, merupakan upaya preventif perlindungan lingkungan
dalam suatu proses produksi Desain Interior. Bagaimana produksi karya
desain interior atau suatu karya desain
dihasilkan tentu dapat berdampak positif dan negatif tidak hanya memikirkan
daya dukung?. Bagaimana kemampuan tindakan nyata dalam memproduksi karya
desain interior untuk menanggulangi
dampak negatif terhadap lingkungan?. Sebagai acuan informasi, bila ditinjau
dari proses produksi berarti konservasi bahan baku dan energi menghindari pemakaian bahan
beracun dan menurunkan kualitas limbah serta toksisitas limbah dan energi
sebelum limbah tersebut keluar dari proses produksi. Ditinjau dari sisi produk
karya-seni dan produk karya desain berarti mengurangi dampak yang ditimbulkan
oleh produk itu secara keseluruhan sejak dari pengambilan bahan baku sampai pada
pembuangan akhir. Waste minimation techniques, dalam produk Desain Interior sepertinya
perlu disimak mengenai: a) perubahan bahan baku (subtitusi);
b) perubahan teknologi; c) pelaksanaan manajemen
(house
keeping); d) pemanfaatan kembali limbah yang terbentuk
(recycling); e) perubahan produksi; f) pemanfaatan limbah.
30. Biokonversi Limbah
Salah satu cara
penanganan limbah padat yang sekaligus memanfaatkannya menjadi sumber energi
atau bahan lainnya yang mempunyai nilai tambah adalah pengolahan biokonversi
limbah padat. Menurut
Murtadho (1988) yang dimaksud
biokonversi adalah suatu proses mengkonversi atau mengubah bahan organik yang
memiliki rumus kimia yang kompleks menjadi bahan organik yang lebih sederhana,
akan tetapi lebih berguna dan memiliki nilai tambah dengan memanfaatkan
peristiwa biologis dari mikrobiologi atau enzim. Metoda ini lebih efisien dan efektif dalam mengkonversi
suatu bahan.
31. I k l i m
Kedudukan iklim sebagai bagian dari
ekosistem scara keseluruhan dapat ditunjukkan bahwa dampak lingkungan iklim
akan bersifat dinamis yang arasnya berubah-ubah sesuai dengan aras dan laju
penyebab kejadian. Kalau penyebab kejadian perubahan lingkungan (iklim) adalah
pembangunan, maka pembangunan akan memberikan dampak terhadap lingkungan
(iklim) yang pengaruhnya akan berantai dalam seluruh ekosistem.
32. Kajian Klimatologis
Lingkungan Hubungannya dengan Desain Interior
Cakupan obyek kajian klimatologi
lingkungan adalah berbagai bentuk interaksi beberapa anasir meteorolgis atau
klimatis dengan kehidupan. Oleh karenanya klimatologi lingkungan secara formal
berciri: a) penghampiran masalah secara sistem (system
approach); b) proses fenomena
atmosferis dinyatakan secara kuantitatif; c) proses mempunyai skala waktu dan
ruang.
33. Klimat dan Tubuh Manusia
Berdasarkan derajad kemampuan tubuh secara
internal untuk mengendalikan keseimbangan termal dengan lingkungan eksternal,
manusia termasuk kelompok organisme homeoterm (homeotherms). Organisme homeoterm yaitu organisme
yang mempunyai kemampuan untuk menjaga suhu dalam tubuh nisbi tetap melalui
mekanisme fisiologis yang merubah-ubah produksi bahang metabolik, atau kehilangan
bahang lewat radiasi, konduksi, dan konveks Selanjutnya menurut Pusposutardjo
(1994) bahwa ketelitian untuk dapat mengendalikan suhu tubuh bagian dalam
disebut sebagai homeostatis. Kelompok organisme lain, yang tidak mampu
mengendalikan suhu bagian dalam tubuh disebut organisme (binatang) poikiloterm
(poikilotherms) atau binatang berdarah dingin.
B.
Lingkungan Sosial
34. Lingkungan Sosial
Hubungan antar manusia merupakan
lingkungan sosial, dalam rangka untuk menghasilkan manusia berkualitas. Oleh
karenanya, partisipasi perorangan atau kelompok dalam lingkungan sosial sangat
diperlukan, terutama untuk memanfaatkan dimensi berkarya-seni. Namun, tidak
selalu para Desain Interior dan budayawan menyadari keperluannya berpartisipasi
dalam lingkungan desain interiornya, baik untuk keperluan sendiri maupun
kepentingan orang banyak.
Lingkungan sosial dimaksudkan
menurut Ritohardoyo (1995) mencakup keadaan aktivitas kemasyarakatan dari
manusia, berpedoman pada suatu kompleks nilai-nilai, norma-norma,
adat-istiadat, dan pola pikiran yang disetujui oleh kelompoknya, disebut
sebagai aspek non-material dari kebudayaan. Dalam hubungannya dengan lingkungan
hidup, diartikan sebagai aktivitas kemasyarakatan manusia yang dituntun oleh
kebudayaannya untuk memberikan tanggapan bagaimana mendayagunakan lingkungan
untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya. Hal
ini sangat berkaitan dengan ekologi manusia, yang pada hakikatnya
menurut J. Steward (1955) menyatakan ekologi manusia dalam kehidupan budayanya
dengan lingkungan alam di sekitarnya membentuk ekologi budaya.
Seorang ahli Antropologi bernama
Kluckhohn dan ahli Sosiologi bernama Strootbeck membagi masalah hidup manusia
menjadi:
a. Hakekat dan Sifat Hidup ;
b. Hakekat Karya ;
c. Hakekat Kedudukan
Manusia dalam Ruang dan Waktu;
d. Hakekat hubungan manusia dan alam;
e.
Hakekat hubungan manusia dengan manusia.
Kerangka pikir Kluckhohn
mengenai lima masalah hidup manusia yang menentukan orientasi nilai budaya
diwujudkan dalam diagram berikut ini.
ORIENTASI
NILAI DAN BUDAYA
|
|||
1) Sifat Hidup
|
Hidup itu Buruk
|
Hidup itu baik
|
Hidup itu buruk, tetapi harus selalu diperbaiki.
|
2) Karya
|
Karya untuk Hidup
|
Karya unt
|
Karya itu untuk menambah karya
|
3) Kedudukan
dalam ruang dan waktu
|
Masa Lalu
|
Masa Kini
|
Masa Mendatang
|
4) Hubungan
Manusia dan Alam
|
Tunduk terhadap Alam
|
Mencari keselarasan dengan alam
|
Mengasai alam
|
5)
|
Memandang tokoh atasan.
|
Mementingkan rasa ketergantungan kepada sesama.
|
Mementingkan rasa tidak tergantung kepada sesama
|
35. Manusia Mahluk Berbudaya
Manusia merupakan salah satu unsur di
dalam lingkungan hidup ini. Secara biologis manusia tergolong Homo sapiens. Manusia sebagai mahluk berbudaya dilengkapi
dengan bentuk fisik, fungsi tubuh serta karakteristik perkembangan tubuhnya yang berbeda dengan hewan-hewan
lainnya. Budayanya ini pula yang menyebabkan manusia dapat mengubah kualitas
lingkungan hidupnya dengan segala konsekuensinya.
Antara manusia dengan lingkungan
hidupnya selalu terjadi interaksi timbal-balik. Manusia mempengaruhi lingkungan
hidupnya dan manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Demikian pula
manusia membentuk lingkungan hidupnya dan manusia dibentuk oleh lingkungan
hidupnya.
Sistem pengelolaan lingkungan
hidup yang efektif ialah yang dapat mempengaruhi sikap dan kelakuan manusia
terhadap lingkungan hidupnya. Kerusakan lingkungan dan pencemaran yang utama
disebabkan oleh perubahan lingkungan hidup yang bersifat antropogenik,
yaitu yang bersumber pada kegiatan manusia. Termasuk di dalamnya perubahan
karena alam yang kelakuan dan dampaknya dipengaruhi oleh kegiatan manusia.
Manusia dan Lingkungannya
memiliki beberapa ciri nyata:
a.
Manusia adalah suatu produk dari Evolusi Hutan
1) Manusia tidak dapat terlepas dari tumbuhan
dan hewan.
2) Manusia yang terbagi telah established (kaya) nalurinya
b. Fitrah Manusia
1) manusia mahluk yang berakal/ratio
2) manusia mempunyai hati/perasaan
3) manusia mempunyai nafsu
c. Sifat-sifat Manusia
1) Manusia adalah mahluk berpikir;
2) Sifat manusia selalu
ingin tahu;
3) Sifat manusia selalu ingin bermasyarakat;
4) Manusia selalu ingin makan;
5) Manusia ingin memperpanjang umur;
6) Manusia senang berteduh;
7) Manusia selalu ingin comfort (kenyamanan)
d. Sistem Peradaban
Manusia
1) Manusia dalam Alam I
: Komponen hayati tertinggi
2) Manusia dalam Alam II : Komponen modifikasi tidak berarti
3) Manusia menentang Alam I : Pertanian, komponen hayati menurun
4)
Manusia menentang Alam II :
Industri, komponen hayati menurun
5) Manusia bersama Alam I
: Pertanian, Industri, + Pelestarian
(Memanfaatkan, menata, Komponen hayati menurun
memelihara,
mengendalikan,
memulihkan, mengembangkan)
36. Ekologi Manusia
Ilmu yang mempelajari interaksi antara
setiap segi kehidupan manusia (fisik, mental, sosial) dengan lingkungan
hidupnya (biofisis, psikososial) secara keseluruhan dan bersifat sintesis.
Pengetahuan ekologi manusia ini merupakan dasar esensiil untuk mengembangkan
teknik baru dalam berkarya-seni dan berkarya desain yang mengoptimal sumberdaya
dengan tetap memperhatikan pelestarian
serta ramah lingkungan. Manusia dalam kehidupannya tidaklah cukup memperhatikan
materi, energi dan informasi. Dalam kehidupannya yang lebih maju (berkembang)
arus uanglah yang lebih penting. Oleh karena itu walaupun ekologi manusia
penting, menurut Ritohardoyo (1995) bukanlah satu-satunya masukan untuk mengambil
keputusan dalam mengatasi masalah lingkungan hidup, melainkan hanya salah satu
masukan saja. Masukan lain adalah ekonomi, dan juga tehnologi, politik, dan
sosial budaya serta ekologi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Ekologi manusia adalah
salah satu komponen dalam sistem
pengelolaan lingkungan hidup yang harus ditinjau bersama dengan komponen lain
untuk mendapatkan kebijakan seimbang.
Dua materi sebagai subyek kajian
(subject matter) yang dipelajari dalam
ekologi manusia, terdiri:
a.
interaksi antara manusia dan lingkungannya (human interaction),
b. sistem pemanfaatan sumberdaya oleh manusia
(human use system).
Perhatian pada interaksi antara manusia
dengan lingkungan, memungkinkan ekologi manusia dapat mengkaji masalah hubungan
manusia dengan lingkungannya, dalam suatu kerangka konseptual yang bulat dan
menyeluruh (unifying holistic model).
37. Adaptasi Suatu
Gejala Sistem
Adaptasi merupakan suatu gejala sistem,
untuk menggambarkan hubungan timbal-balik antara manusia dengan ekosistem
lingkungan.
a. Adaptasi Eksternal: proses penyesuaian diri terhadap
lingkungan
b. Adaptasi Internal: proses penyesuaian diri terhadap mahluk
hidup sejenis atau mahluk hidup jenis lainnya.
Kajian adaptasi manusia lebih memahami
strategi manusia menanggulangi bahaya dan resiko lingkungan. Strategi
Adaptif, merupakan perilaku aktif bersifat ingin mencapai tujuan untuk
“mengerjakan sesuatu” kegiatan yang direncanakan dalam memanfaatkan sumberdaya.
38. Kontekstualisasi Progresif
Salah satu hampiran dalam
ekologi manusia dalam produk Desain Interior lebih menekankan pada:
a.
aktivitas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan;
b.
penyebab
terjadinya aktivitas;
c.
akibat-akibat
aktivitas terhadap lingkungan maupun terhadap pelaku aktivitas.
Sebagai contoh dapat diambil kasus dalam
penerapan pada rencana pengelolaan kawasan pusat industri sinema; timbul
konsekuensi terhadap aktivitas pengelolaan kawasan pusat industri sinema;
akibat pada penduduk lokal; sebab atau faktor yang berpengaruh terhadap
aktivitas Pemahaman aktivitas dilakukan dalam konteks secara progresif semakin
luas dan padat, dari bagian kompleks interaksi sebab-akibat.
Dengan demikian pendekatan progresif,
merupakan pengamatan dan pengumpulan data yang terus menerus meluas tanpa
terikat batas ruang dan waktu dari sistem yang telah dibatasi sebelumnya,
sehingga diperoleh pemahaman faktor sebab dan akibat yang signifikan. Sedangkan
kontekstualisasi merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan obyek
penelitian atau tujuan penelitian yang sudah ditentukan.
39. Antroposentris
Antroposentrisme ialah pandangan manusia
terhadap lingkungan hidup yang menempatkan kepentingan manusia di pusatnya
(Soemarwoto, 2001). Pandangan kita
bersifat antroposentris, yaitu melihat permasalahan dari sudut kepentingan
manusia. Walupun tumbuhan, hewan dan unsur tak hidup (inorganic) juga diperhatikan, namun perhatian itu
secara eksplisit maupun implisit dihubungkan dengan manusia.
Kritikan aliran ekologi dalam (deep ecology)
bahwa lingkungan hidup mempunyai nilai (value) tersendiri terlepas dari kebutuhan
manusia. Nilai tersendiri itu harus diberi hak eksistensi dan dihormati. Mahluk
bukan manusia mempunyai hak hidup terlepas dari keuntungan yang diberikan
olehnya kepada manusia. Namun kenyataan hidup bahwa antroposentrisme tetap
dominan. Sebagai hasil evolusi manusia mempunyai naluri yang sangat kuat untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dirinya dan jenisnya, yaitu Homo Sapiens.
40. Partisipasi dan Saling
Pembelajaran dalam Berkarya-Desain Interior
Partisipasi dalam lingkungan
sosial para Desain Interior mempunyai sifat sangat penting dikarenakan tiga
alasan utama. Pertama, partisipasi Desain Interior dan budayawan merupakan
suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap
masyarakat setempat di lingkungan sosialnya yang terdekat. Kedua, masyarakat
akan lebih mempercayai program para seniwan dan budayawan jika merasa
dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena masyarakat lebih
mengetahui seluk-beluk kegiatan berkarya-seni dan akan berpartisipasi meskipun
hanya menyiapkan peralatan dan meskipun hanya sekedar jadi penonton maupun
dalam hal mengkritik hasil karya desain
interior saja. Ketiga, mendorong adanya partisipasi karena merupakan
suatu hak demokrasi bila masyarakat di lingkungan sosial dilibatkan dalam
proses desain interior atau lebih luas lagi dalam hal penyiapan suatu kawasan
untuk suatu produksi karya desain
interior atau karya desain.
Partisipasi dalam desain
interior atau dalam proses learning
by doing
dalam berkreasi dalam cipta, karya dan karsa yang memerlukan akal dan budi yang
tinggi menjadi lebih penting, karena Desain Interior dan lingkungan sosialnya
menjadi ‘peran utama’ bukan sekedar
peran pembantu. Para Desain Interior dan lingkungan sosialnya dalam proses
saling pembelajaran adalah pemegang peran penentu yaitu sebagai subyek dalam
berkarya-seni dan berkarya desain.
Berkaitan proses learning
by doing melalui saling pembelajaran dalam
berkarya-seni dan berkarya desain yang unggul dan mempunyai bobot konsep yang
berkekuatan dan berkualitas tinggi, maka perlu disimak adanya tingkatan
partisipasi, yaitu:
a.
tingkat saling mengerti, penting untuk memahami fungsi
dan sikap masing-masing guna mengembangkan kerjasama;
b.
tingkat penasehatan/pemberian saran, berlangsung setelah saling
mengerti;
c.
tingkat otoritas, menentukan keputusan pelaksanaan kegiatan setelah
pertimbangan terhadap gagasan yang timbul dari peserta partisipasi.
Gambar 11:
Jenjang Partisipasi
= Kontrol Sosial
Kewenangan
Masyarakat = Pendelegasian
(para Desain Interior)
Hadiah
= Penentraman
(Tokenism) = Konsultasi
= Pemberitahuan
Non Partisipasi
= Terapi
=
Masyarakat
Sumber: A Ladder of
Citizen Participation, by Sherry Arntein, American Institute of
Planners Jurnal, 1969.
Derajad partisipasi para Desain
Interior dan lingkungan sosialnya menguat dari papan bawah ke atas.
Pertama, dua wujud partisipasi
yang disebut dari bawah sebagai non-partisipasi atau manipulasi. Kedua,
macam partisipasi berikutnya dinilai sebagai tokenism yaitu hadiah atau kerelaan. Ketiga, papan partisipasi berikutnya sudah memiliki
karakteristik, karena para Desain Interior dan lingkungan sosialnya mulai
memiliki berbagai kewenangan untuk ikut mengontrol proses saling pembelajaran
dalam berkarya-seni. Puncak dari segala partisipasi Desain Interior dan
lingkungan sosialnya disebut sebagai kontrol masyarakat. Adanya kontrol
masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan adalah yang diharapkan untuk dapat
menumbuhkan kreatifitas cipta, rasa karya dalam berkarya-seni dan
entrepneurship atau bussinessense dalam mensosialisasikan hasil karya-seni yang
mempunyai konsep, simbolisme, citra ataupun gaya (style) tersendiri. Pada
tingkat ini, para Desain Interior dan lingkungan sosialnya sudah memiliki
derajad kewenangan tertentu yang mampu menjamin mengendalikan institusi dan
progam saling pembelajaran dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan berdaya-saing tinggi.
41. Pentingnya Desainer
Berkelompok
Masyarakat (dalam konteks ini mahasiswa
sebagai Desain Interior) bukanlah kumpulan orang-orang yang homogen, tetapi
terdiri dari berbagai kelompok yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri.
Bagaimana melakukan proses pembentukan kelompok yang demokratis, sampai pada
tahap penguatan kelompok hingga kuat (solid)?. Bagaimana proses pembentukan
kelompok terjadi dalam lingkungan sosialnya, karena kesalintergantungan yang
sinergis dan kesaling=pengertian di lingkungan sosial dalam masyarakat
merupakan kekuatan besar dan yang mendasar dari kesatuan dan persatuan
pembangunan
Bekerjanya proses interaksi dalam
kelompok, dimana anggotanya berinteraksi dengan maksud mencapai sesuatu tujuan
bersama. Suatu kelompok, bahkan yang paling informal sekalipun, sejauh para
anggotanya terus berinteraksi selama lebih dari sekedar jangka waktu yang
pendek, terkadang bertindak dengan cara
yang terarah kepada suatu tujuan. Akan banyak menambah pengetahuan mahasiswa
untuk mempelajari interaksi dalam kelompok yang setidaknya untuk sementara berorientasi
kepada tujuan tertentu, karena dapat sepenuhnya yakin bahwa dalam keadaan
demikian anggota kelompok bertindak sebagai anggota kelompok, dan tidak hanya
sebagai individu yang kebetulan berada di tempat yang sama pada waktu yang
bersamaan (Newcomb , 1978)..
42. Berbagi Peran dan Tanggung Jawab dalam
Berkarya-Desain Interior
Partisipasi tidak dapat diartikan lain
kecuali “kerjasama” dalam arti berbagi peran dan tanggung jawab dalam satu
kesatuan kerja utuh dalam saling pembelajaran dalam berkarya-Desain Interior.
Dalam konteks ini, partisipasi Desain Interior dan lingkungan sosialnya dapat
dikenali dari unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Adanya kesepakatan, dapat diartikan
kesepakatan yang sengaja dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis atau
merupakan suatu komitmen sosial yang lebih merupakan nilai-nilai hidup orang.
Adanya kesepakatan inilah yang dapat membedakan suatu tindakan sebagai
partisipasi atau tidak. Bila suatu tindakan bertentangan dengan komitmen
lingkungan sosial yang berlaku, maka jelas tindakan tersebut adalah tindakan
sepihak.
b. Adanya tindakan saling mengisi, saling
pembelajaran dan bukan dibelajari atau diberdayakan. Istilah “Pemberdayaan”
adalah masih menganggap pihak yang diberdayakan adalah tidak mampu dan tidak
berdaya. Terjadinya tindakan saling mengisi, apabila terjadi proses saling
pemberdayaan atau saling pembelajaran dalam kegiatan belajar bersama. Tindakan
saling mengisi, merupakan suatu tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari
satu kesatuan yang lebih besar dari hasil kesepakatan.
c. Adanya pembagian kerja
dan tanggung jawab. Sebagai konsekwensi logis dari kerjasama yaitu adanya
pembagian kerja dan tanggung-jawab, sebagaimana kedudukan kedua pihak adalah
setara.
Dengan demikian konsep
partisipasi dalam kegiatan saling pembelajaran di lingkungan sosial Desain
Interior dan budayawan bukan sekedar alat untuk memobilisasi para Desain
Interior dan lingkungan sosialnya. Melainkan merupakan suatu konsep yang lebih
mendasar dan memberi warna pada setiap tahap saling pembelajaran atau sebagai
jiwa berkarya dan desain interior (Art Phylosophy) yaitu saling pembelajaran yang dinamis, demokrasi dan partisipatif.
Konsep sinergis ekologi
berkarya desain interior berada pada tataran teknologi, ekonomi serta
lingkungan hidup fisik serta sosial budaya. Implikasi konsepnya pada
kelangsungan hidup produksi karya bukan lagi pada survival
of the fittest, dalam arti kelangsungan hidup yang terkuat (fit=kuat),
melainkan kelangsungan hidup yang paling sesuai (fit=sesuai, cocok).
Kerjasama tim dan kemitraan yang setara dapat menjaga
kelangsungan hidupnya bukanlah yang mempunyai daya saing tertinggi dan
menyingkirkan lawannya, melainkan yang dapat menjalin kerjasama yang serasi
dengan komponen lain dalam eko-interior.
43.
Hubungan Timbal Balik
Kesadaran
kita mengenai rapuhnya keseimbangan ekologis dan keterbatasan sumberdaya alam,
merupakan gambaran yang muncul mengenai suatu sistem yang komplek, dimana tidak
ada individu, kelompok atau masyarakat yang dapat tinggal terisolasi dari
keseluruhan, semua saling berhubungan dan saling tergantung, meskipun tingkat
saling ketergantungannya bermacam-macam untuk bagian dalam sistem yang berbeda.
Kelompok bukanlah jumlah atau himpunan dari orang-seorang yang bebas;
pengertian kelompok menurut Bierens de Haan merupakan setiap perikatan, yang
menurut sifatnya adalah relatif erat dan
tahan lama, yang dalam hal tertentu menghimpun sejumlah orang (Bouman, 1962).
Pemahaman
visi dan misi serta strategi dalam rancang bangun desain interior penting,
terutama dalam persaingan global guna penyesuaian dalam pelaksanaan era pasar
bebas. Eko-Interior bertujuan meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam proses desain interior yang
berhubungan dengan solusi desain dalam isu lingkungan global, serta untuk
memperlihatkan pentingnya sumbangan desainer guna meminimalkan masalah
lingkungan secara berkelanjutan (sustainability).
Hal
yang berkaitan dengan perencanaan aktivitas di lingkungan interior bersama
klien, mencapai kompromi, kearifan lokal dan keadilan, demokratis dalam
pemanfaatan ruang. Materi eko-efisiensi dan eko-industri dalam eko-interior
dapat membantu dalam mengidentifikasi aktivitas penghuni, prasarana pendukung
interior, serta pengembangan keberlangsungan pengelolaan dan perawatan
interior, bentuk-bentuk pembiayaan, keragaman bahan bangunan serta bahan
finishing ramah lingkungan. Desainer
Interior membentuk ruang-ruang spasial, dengan keahliannya membentuk pola
perilaku manusia dengan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang sensitif
terhadap habitatnya secara estetis dan etis dalam menanggapi isu di dunia
kontemporer.
Desain Interior
yang sensitif secara lingkungan akan memperbaiki kualitas hunian dari
kehidupan, kenyamanan, dan produktivitas, juga menghemat biaya proses operasi. Sepintas dalam proses berkarya ini akan
mengurangi volume tawar terhadap hasil karya. Tetapi dengan konsumen yang makin
sadar terhadap lingkungan, produk yang mempunyai masa guna yang panjang akan
semakin disukai oleh konsumen.
Ke arah hulu proses
berkarya mempunyai implikasi dalam pemilihan jenis masukan bahan dan energi.
Pemasok bahan dan energi dipilih yang memenuhi syarat telah berusaha ramah
lingkungan dan meminimumkan arus materi dan energi. Dengan demikian
eko-efisiensi dan ekologi industri karya desain interior mempunyai implikasi
yang luas menyebar ke hilir dan ke hulu,
sehingga dengan eko-efisiensi para desainer interior mendapatkan lebih
banyak materi dan energi dari sumber daya yang lebih sedikit.
44.
Kinerja Sosial Desain
Interior
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk
memberikan laporan atas tindakan yang dilakukan seseorang maupun organisasi
atas tanggung jawab yang diembannya. Berdasarkan asumsi terdapat kontrak social
antara perusahaan interior dengan masyarakat sudah seharusnya perusahaan
interior mengungkapkan kinerja social kepada masyarakat. Perusahaan interior
diharapkan akuntabel kepada masyarakat luas, bukan hanya kepada kelompok
tertentu saja, seperti pemegang saham dan kreditur.
Kesadaran publik perusahaan inteior akan peran perusahaan
di masyarakat telah mengalami perkembangan. Banyak
perusahaan telah berjasa dalam kemajuan ekonomi dan teknologi justru mendapat
kritikan karena kurang memperhatikan masalah lingkungan sosial. Banyak kasus
ketidakpuasan [ublik yang bermunculan akibat aktivitas bisnis dari perusahaan
swasta maupun pemerintah yang berdampak negarif pada masyaraka, baik yang
berkaitan dengan pencemaran lingkungan, perlakuan tidak adil kepada pekerja,
kaum minoritas dan perempuan, penyalahgunaan wewenang, keamanan dan kualitas
produk serta penggunaan energi dari sumber daya alam yang berlebihan.
Perusahaan interior perlu mengungkapkan kinerja
sosial karena untuk meningkatkan image perusahaan dan untuk melaksanakan
akuntabilitas suatu organisasi. Juga untuk memberi informasi kepada investor.
Informasi social seharusnya diungkapkan dalam pelaporan sosial perusahaan.
Pertama, yang bekaitan dengan lingkungan meliputi pengendalan polusi,
pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumberdaya
alam. Kedua, energi, meliputi
konservasi energi dalam operasi bisnis dan produk dengan efisiensi energi.
Ketiga, praktek bisnis yang wajar, meliputi mempekerjakan dan memperhatikan
kemajuan kelompok minoritas dan perempuan. Keempat, sumber daya manusia,
meliputi kesehatan, keamanan dan pengembangan diri karyawan, Kelima, keterlibatan
masyarakat, meliputi aktivita masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan,
pendidikan dan kesenian. Keenam, produk, meliputi keamanan produk dan
pengurangan polusi akibat penggunaan produk.
Beberapa karakteristik perusahaan interior
mempengaruhi pengungkapan informasi sosial. Pertama, ukuran perusahan interior.
Perusahaan interior yang semakin besar akan melakukan aktivitas yang semakin
banyak, akibatnya dampak aktivitas tersebut pada masyarakat juga lebih luas.
Dnegan semakin luasnya dampak aktivitas perusahaan kepada masyarakat,
diharapkan semakin banyak pula stakeholder yang menaruh perhatian pada
program sosial yang dikomunikasikan dalam laporan tahunan. Kedua, lingkup
industri. Industri interior merupakan factor yang secara potensial mempengaruhi
praktek pengungkapan informasi social perusahaan.Industri juga berpengaruh
terhadap visibilitas secara politik, dan akan memacu pengungkapan mengenai
tekanan maupun kritikan sosial. Ketiga, kemampuan menghasilkan laa. Hubungan
antara pengungkapan informasi sosial perusahan interior dan profitabilitas
merefleksikan pandangan bahwa respon sosial merupakan hal yang penting dalam
meningkatkan laba perusahaan. Pengungkapan sosial perusahaan dipercaya dapat
merefleksikan aktivitas sosial perusahaan dan merupakan pendekatan manajemen
yang adaftif sesuai dengan dinamika, lingkungan multidimensional dan kemampuan
untuk menemukan tekanan sosial dan respons atas keperluan sosial. Keempat, pengaruh negara. Negara mempunyai pengaruh
besar bagi perusahaan interior dalam melakukan pengungkapan social.
Media pengungkapan informasi social perusahaan
dapat berbentuk laporan mendatori/wajib dan laporan sukarela. Sedangkan
formatnya dapat berupa pengungkapan yang bersifat kualitatif, biasanya bersifat
deskriftif dan positif yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan maupun
pengungkapan yang bersifat kuantitatif, biasanya disajikan dengan perhitungan
secara moneter dan statistik. Informasi social yang dihasilkan oleh perusahaan
interior dapat dicantumkan dalam laporan tahunan, bagian terpisah dari laporan
tahunan dan laporan nilai tambah, yaitu laporan rugi laba yang dimodifikasi.
Laporan nilai tambah biasanya dibuat
jika pengungkapan yang ada kurang cukup dan sulit dipahami.
Ada beberapa kendala yang bakal dihadapi perusahaan
interior dalam melakukan pengungkapan kinerja social. Pertama, belum terdapat
peraturan atau standar baku yang mengatur mengenai pengungkapan kinerja social,
kebanyakan masih bersifat sukarela. Kedua, hanya sedikit perusahaan yang
memiliki para akuntan yang kompeten di bidang akuntasi social, meskipun dalam
hal ini dituntut juga adanya kerjasama dengan para ahli di bidang lain, seperti
hokum teknik, maupun sosiologi. Ketiga, perusahaan enggan mengeluarkan biaya
tambahan yang tidak sedikit untuk menyusun laporan mengenai kinerja sosialnya,
apalagi jika mereka ebranggapan bahwa image akan tetap bak meskipun mereka
tidak memberikan laporan mengani kinerja sosial. Keempat, kurangnya perhatian
pemerintah negara berkembang terhadap masalah sosial dan lingkungan karena
tidak adanya atau kurangnya dana untuk masalah tersebut, sementara itu dukungan
dari negara donor maupun intitusi keuangan internasional relatif belum
mencukupi. Kelima, pembuatan laporan sosial memerlukan banyak waktu, bahkan
seringkali menyebabkan tertundanya penerbitan laporan tahunan.
Meskipun banyak kendala yang dihadapi, hal
tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang akan dipetik oleh perusahaan di
masa yang akan dating. Dalam rangka peningkatan image dan reputasi, serta
sebagai usaha menjaga eksistensi perusahaan interior di masyarakat, sudah
sewajarnya perusahaan interior mengungkapkan kinerja sosial kepada masyarakat.
Oleh karena itu diperlukan adanya kesadaran dan usaha, sesuai kapasitas
masing-masing perusahaan untuk melakukan perbaikan terus-menerus bai
kesejahteraan masyarakat. (Firma Sulistiyowati, 2004. F.Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta).
Sikap pro-aktif dalam aspek sosial-budaya ialah
dengan mendengarkan keluhan dan keprihatinan masyarakat serta mengembangkan
mekanisme dan proses dialog dengan masyarakat. Ini memerlukan perubahan sikap
perusahaan yang pada umumnya meremehkan keluhan masyarakat dan bahkan
menganggap masyarakat sebagai antagonistnya. Sikap antagonistik ini perlu
diubah menjadi sikap yang menganggap masyarakat sebagai mitra. Perusahaan dan
masyarakat merupakan komponen-komponen dalam ekosistem yang dengan
terus-menerus berinteraksi. Karena itu interaksi antagonistik yang sering
didapatkan antara industri dan masyarakat haruslah diubah menjadi interaksi simbiotik
dan sinergistik.
45.
Gerakan Moral
Kelompok mahasiswa seharusnya menjadi kekuatan moral dan bersikap
netral, namun dapat saja terjebak pada permainan elit politik. Apakah kekuatan
mahasiswa sebagai gerakan moral telah terpecah-pecah atau bahkan telah
terpolarisasi. Fenomena ini dapat saja meruntuhkan kekuatan mahasiswa sebagai
penjaga moral” bagi perjalanan bangsa ini, ataukah dapat menjadikan gerakan
mahasiswa menjadi kontra produktif, atau bahkan masih tetap dalam koridor
penegakan moral?
Konsistensi gerakan mahasiswa dalam memperjuangkan hati nurani
rakyat saat di jalanan dan di ruang-ruang diskusi atau seminar akan diuji
secara nyata oleh sejarah. Apakah mereka akan larut dalam buaian kekuasaan,
atau konsisten dengan sikap dan pilihan politik idealis mereka. Dalam hal ini,
apakah benar sejarah merupakan hakim yang bijak untuk menilainya?.
C. Lingkungan Budaya (Culture)
46. Lingkungan Budaya
Kebudayaan mempengaruhi sikap
manusia terhadap lingkungan hidup. Kita mempunyai ajaran untuk hidup serasi dengan
sesama manusia, lingkungan hidup dan Tuhan. Ajaran ini dijadikan landasan resmi
untuk pembangunan berwawasan lingkungan.
Merupakan kepurbakalaan motif
dan bentuk tradisional, taman budaya nasional, cagar alam, kesenian, hasil
karya desain interior, kebijaksanaan
pembangunan lingkungan budaya dalam hubungannya dengan kelestarian dan
keserasian lingkungan secara menyeluruh.
47. Seputar Budaya
Pokok bahasan lingkungan budaya berada
pada seputar budaya yang terdiri dari: a. Definisi Budaya, b. Wujud Budaya, c.
Unsur Budaya. d. Kerangka Budaya (Ruang Lingkup ), e. Sifat Budaya , f. Integrasi
Budaya . g. Hakekat Budaya
48. Definisi Budaya
Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar (learned behaviour)
49. Wujud Kebudayaan
a. Komplek Ide-ide, gagasan (gagasan berupa:
doktrin, dogma, dibuat dari pikiran atau gagasan), nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya.
b. Komplek aktivitas dan
tindakan berusaha manusia dalam masyarakat.
c. Benda-benda hasil karya
desain interior dan karya disain
manusia.
50. Unsur Kebudayaan
a. Bahasa.
b. Sistem Pengetahuan
c. Organisasi sosial
d. Sistem Peralatan hidup
dan Teknologi.
e. Sistem Ekonomi .
f. Sistem religi.
g. Kesenian.
51. Kerangka Kebudayaan
Sesungguhnya sistem budaya merupakan inti dari kerangka
kebudayaan yang lain, sebagai inti dari
sistem sosial dan kebudayaan fisik yang ada di lingkungan atau habitat tempat
Desain Interior dan budayawan tinggal..
Sistem Budaya
Organisasi
Sosial Sistem Budaya
Sistem
Ekonomi
Sistem Sosial
Sistem Bahasa Kebudayaan Fisik
Teknologi
Religi Kesenian
Gambar 12: Kerangka Kebudayaan
Dimana sistem budaya sebagai
sentralnya
Pada sistem sosial akan terjadi
kesenjangan bila ada kesenjangan dalam kerangka kebudayaan. Adapun kerangka kebudayaan yang dimaksud
terdiri:
a. Sistem budaya, yaitu semua sistem kognisi
yang bersifat abstrak dan isinya adalah nilai.
b.
Sistem Sosial, merupakan tindakan berpola sosial
c. Budaya fisik merupakan hasil karya, cipta
dan rasa manusia yang menggunakan akaln dan budi.
52. Sifat/Watak Budaya
Sifat atau watak budaya terdiri dari:
a.Terbagi, b. Adaptif, c. Integratif, d. Berubah, e. Dipelajari, f. Memaksa,
dan g. Super Organik.
Ad.a. Terbagi:
i.
Tidak
ada Oposisi
ii.
Tidak
ada Kritik
iii.
Tidak
ada Saingan
Ketiganya berwatak Paternalistik,
Monompoli, Oligopoli, Nepotisme, dan Demokrasi Semu .
Seharusnya terbagi, ada demokrasi, reformasi ekonomi dan politik dijalankan,
budaya politik perlu dibangun, dan bilamana perlu ada revolusi sosial-budaya,
yang pada prinsipnya dalam reformasi total yang dijalankan ada perubahan yang
bersifat mendasar.
Ad.b. Adaftif
Penyesuian, sebagai survival
Bila penduduk banyak dan padat,
maka lingkungan habitat kita semakin rusak.
Dengan demikian nilai anak-lah
dan nilai lingkungan yang terkait kuat dengan lingkungan, realisasinya dapat
dilaksanakan dengan pendekatan sistem terpadu
Ad. c. Integratif
Budaya dapat dipadukan dengan budaya yang
lain, secara intergartif dan luwes atau lentur.
Perubahan kebudaya dikarenakan:
1)
Evolusi, 2) Inovasi,
3) Difusi, 4) Migrasi, 5) Asimilasi, 6) Sosialisasi dan Inkulturisasi, 7)
Akulturisasi
53. Hakekat Budaya
Hakekat budaya harus mampu merubah,
sedangkan perubahan dapat terjadi melalui peristiwa; evolusi; inovasi; difusi;
migrasi; asimilasi; sosialisasi dan culturisasi serta akulturisasi
Hakekat budaya yang harus mampu
merubah tersebut terdiri dari:
a. Diwariskan melalui sosial
b. Dapat memnuhi kebutuhan orang
c. Dapat memnuhi kepentingan umum dan
kepentingan pribadi/ kellmpok
d. Dapat merubah persepsi / citra.
54. Desain Beridentitas Tradisional
Tradisional berasal dari kata bahasa
Inggris “Tradition” atau kata Bahasa Latin “Traditio”
sebagai segala sesuatu adat,
kepercayaan, kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun menurun.
Kata sifat “Tradisi” adalah merupakan penyerahan atau Delivery, Handing Down. Sebagai wujud yang di Hand Down adalah “Wisdom”. Namun demikian yang di Wisdom Devine in Origin bersifat Universal dan Kudus. Sebagai finalnya
yang di turunkan adalah Prinsip Yang Tertinggi, yaitu sebagai Supreme
Principle atau Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Fungsi ‘tradisi’, karena akan diperoleh
inti kajian yang sebenarnya sebagai organisme spiritual yang memberikan kepada
manusia petunjuk dan tuntunan terus-menerus ke arah pengetahuan kembali, yaitu
mengajak insan untuk selalu ingat kepada Tuhan Sang Pencipta. Apabila identitas
budaya di daerah di tanah air mengacu pada tradisi, tentu saja segala tingkat
hierarchinya masing-masing merupakan simbol dari prinsip universil dan sebagai
finalnya Prinsip Yang Tertinggi “Supreme Principle” yang disebut Tuhan
Yang Maha Esa. Padahal fungsi simbol sebagai titik-tolak untuk mengetahui
Prinsip Universal. Doktrin tradisi inilah yang di-transmit di-hand
down atau diturunkan dalam makna yang terkandung pada budaya lokal daerah
yang berfungsi sebagai identitas atau ciri tradisi. yang perlu dilestarikan.
55. Pelestarian Budaya
Adanya pandangan dua kutub yang
berbeda tentang pelestarian budaya tradisional
masih perlu disinkronkan. Kutub yang pertama datang berasal dari
generasi tua yang berpendapat bahwa pelestarian masih perlu mempertahankan
bentuk dan pola yang asli; sedangkan kutub kedua datang dari generasi muda yang
menginginkan pelestarian hanya sebagai sumber inspirasi untuk modernisasi.
Solusinya, mengakomodir segala aspirasi serta merangkum berbagai pendapat dalam
kesepakatan tindak.
Bukankah doktrin ragam budaya di Indonesia yang
melatar-belakangi sejarahnya masih mampu menangkap dengan baik pandangan
pesimis tentang keampuhan budaya yang beraneka di tanah air. Persoalannya
memang terkait erat dengan upaya pelestarian identitas masing-masing daerah
yang tetap mengacu makna simbolisme dan betapa pentingnya upaya melestarikan
budaya lokal sebagai langkah kemajuan dengan kebudayaan yang lengkap dengan
latar belakang sejarah dan keadaan geografisnya sebagai ‘identitas daerah’.
Apabila ada nilai-nilai tradisional yang baik walaupun ada sementara yang
menganggap kuno tidak seyogyanya ditinggalkan serta dilupakan hanya untuk suatu
kemajuan. Justru nilai-nilai tersebut kelak dapat memperkuat kemajuan bila
dipelihara dan dikembangkan.
56. Pola Kebudayaan
Antara lingkungan alam dengan kegiatan
manusia selalu terdapat perantara yang menghubungkan, yakni sekumpulan tujuan,
nilai-nilai, seperangkat pengetahuan dan kepercayaan yang dengan pernyataan
lain dinamakan pola kebudayaan. Dengan kebudayaan inilah Desain Interior dan
orang-orang memahami dan menafsirkan lingkungan alam dengan seluruh isinya.
Desain Interior dan budayawan mengadakan seleksi hal-hal yang berguna dalam
berkreasi dan selanjutnya memanfaatkannya. Kondisi kebudayaan dari
sekolompok Desain Interior, menentukan tingkat pemahaman dan cara
penafsirannya. Demikian pula situasi sosial Desain Interior, juga menentukan
tingkat pemahaman atas sumberdaya yang terdapat di lingkungannya. Dengan
perkataan lain disebutkan bahwa Desain Interior dan budayawan melakukan
adaptasi dengan memanipulasi kekayaan dan kemampuan sosial budayanya. Tampak
bila inti kajian ekologi manusia adalah adaptasi mereka terhadap lingkungan
yang terdapat di sekitarnya. Hal ini tidak jauh beda dengan pendapat J. Steward
(1955) bahwa adaptasi budaya tidak semata-mata bergantung pada lingkungan alam,
melainkan sebagai kepastian dari proses kreatif Desain Interior dan tingkat
penyesuaian budaya yang tidak dapat dihindarkan. Terlihat jika inti kajian
ekologi manusia yang diidentikkan dengan ekologi budaya, adalah adaptasi
manusia dalam menghadapi tantangan lingkungan alam.
D. Pengelolaan Lingkungan
Hidup
57. Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan hidup
telah berkembang dengan dinamis. Sistem-Atur-Dan-Awasi yang konvensional
menurut (Soemarwoto, 2001) tidak mengakomodasi perkembangan baru yang sifatnya
lebih lentur. Perkembangan baru ini berupa Atur-Diri-Sendiri yang lentur dan
lebih bertumpu pada inisiatif dan inovasi masyarakat untuk mengelola
lingkungannya secara adaptif. Pengelolaan lingkungan hidup yang adaptif
berkoevolusi dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan hidupnya, baik
lingkungan hidup fisik maupun sosial-budaya. Dengan demikian dihindari
disfungsi sistem pengelolaan lingkungan hidup karena tidak sesuai lagi dengan masyarakat
dan lingkungan hidupnya yang telah berkembang.
Sistem ADS mempunyai potensi
besar untuk dapat memperbaiki kinerja lingkungan hidup kita. Perbaikan ini akan
dapat membalikkan kecenderungan makin besarnya laju kerusakan lingkungan hidup
ke arah naiknya kualitas lingkungan hdiup. Dalam pengelolaan lingkungan hidup
dapat diciptakan instrumen insentif-desinsentif untuk mendorong sikap dan
kelakuan yang ramah lingkungan dan sebaliknya menghambat sikap dan kelakuan
yang merusak lingkungan hidup. Masyarakat mengatur diri sendiri untuk bersikap
dan berkelakuan ramah lingkungan hidup.
58. Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan
pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia (UURI
no 4, 1982 Bab II pasal 3) untuk menunjang ini diperlukan:
a. konservasi (conservations)
b. saling keterkaitan (interdependency)
c. keanekaragaman (diservinsification
/ diversifikasi)
d. kesinambungan (sustanibility)
e. keseimbangan (equilibrium)
f. kesesuian (harmony)
Pustaka:
Arntein Sherry. 1969. A Ladder of Citizen
Participation. American Institute of Planners Jurnal.
Anonimus, 1982 Undang-undang
Republik Indonesia
Nomor 4, Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH)
Anonimus,
1989. Undang-undang Lingkungan Hidup dan Peraturan Pelaksanaannya,
Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta.
Gintings
Perdana. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri, Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Hufschmidt, et.al., 1981. “Benefit Cost
Analysis of Natural Systems and Environmental Quality Aspects of Development”, EPI.
Mackenzie Dorothy, et.al.
1991. Green Design: Design for The Environment. Laurence
King Ltd, China .
Murtadho, E. Gumbira
sa’id. 1988. Penanganan dan Pemanfaatan
Limbah Padat .
Mediyatama Sarana
Perkasa, Jakarta .
Pilatowicz
Grazyna. Eco’Interiors
a Guide to Environmentally Conscious Interior Design, John Wiley / Sons, Inc. Canada .
Ritohardoyo, Su. 1995. Ekologi Manusia
dalam Pembangunan, Bahan ceramah, F. Geografi .
UGM, Yogyakarta .
Pusposutardjo, Suprodjo.
1994. Klimatologi Lingkungan. Jur Mekanisasi Pertanian, FT Pertanian
UGM, Yogyakarta
Newcomb, 1978, Psikologi
Sosial,
Soemarwoto
Otto. 2001. Atur diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan lingkungan Hidup.
Gadjahmada University
Press, Yogyakarta .
Soemirat,
Juli. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjahmada University
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar