“MENJUAL” POTENSI KAWASAN MENGGUNAKAN “KERANGKA
PENATAAN DAN REVITALISASI KAWASAN”
Pertambahan
penduduk yang terjadi sebagai akibat dari laju urbanisasi dan industrialisasi
ini pada gilirannya telah mengakibatkan pertumbuhan kawasan pertambangan yang berakibat meningkatnya
permintaan akan lahan pertambangan dengan sangat kuatnya.[1] Dengan persediaan lahan yang semakin terbatas, maka
gejala kenaikan harga lahan tak terhindarkan lagi. Lahan telah menjadi suatu
komoditas yang nilainya ditentukan oleh kekuatan pasar.
Lahan
(topos) akhirnya merupakan sumber daya utama kawasan pertambangan yang sangat kritikal,
di samping pengadaannya yang semakin sangat terbatas, sifatnya juga tidak
memungkinkan untuk diperluas. Satu-satunya jalan keluar adalah mencari
upaya yang paling sesuai untuk meningkatkan kemampuan daya tampung lahan yang
ada agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi kelangsungan hidup
kawasan pertambangan yang lebih baik. Maka lahirlah upaya untuk mendaur-ulang (recycle)
lahan pertambangan yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan
vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi)
yang pada awalnya pernah ada, namun telah memudar. Hal terakhir inilah yang
disebut "revitalisasi".
Proses revitalisasi sebuah
kawasan atau bagian kawasan pertambangan yang terdegradasi mencakup perbaikan aspek fisik dan aspek ekonomi dari
bangunan maupun kawasan pertambangan yang terdegradasi. Revitalisasi fisik merupakan strategi jangka pendek
yang dimaksudkan untuk mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka
panjang. Revitalisasi fisik diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk
juga ruang-ruang publik) kawasan pertambangan yang terdegradasi, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu,
tetap diperlukan perbaikan dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic
revitalization) yang merujuk kepada aspek sosial-budaya serta aspek
lingkungan (environmental objectives). Hal tersebut mutlak diperlukan
karena melalui pemanfaatan yang produktif, diharapkan akan terbentuklah sebuah
mekanisme perawatan dan kontrol yang langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan
infrastruktur kawasan pertambangan yang terdegradasi.
Revitalisasi adalah upaya untuk
memvitalkan kembali suatu kawasan pertambangan yang terdegradasi yang dulunya pernah
vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala
revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan
mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan
revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan
(sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat).
Revitalisasi, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan
kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang pada awalnya pernah ada,
namun telah memudar.
\
\
Masalah
besar yang dihadapi ialah PKL dan transpor di kawasan revitalisasi. Sumber
masalah PKL ialah kurangnya lapangan pekerjaan. Menggusur PKL dan
memindahkannya tidak akan memecahkan masalah. Pengalaman menunjukkan, hasilnya
hanya sementara saja. Penertiban itu berdalih karena kota menjadi kumuh dan pejalankaki terganggu
karena trotoar disita oleh PKL. Tetapi mobil yang diparkir di trotoar tidak
ditertibkan. Bahkan ada trotoar yang diubah menjadi tempat parkir.
Akibatnya pejalankaki harus jalan di badan jalan, yang sudah barang tentu berbahaya. Karena sumber masalahnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan, masalah itu hanya dapat diatasi dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru. Jadi harus ada program pembangunan untuk menyalurkan para PKL ke kegiatan ekonomi baru disertai dengan pendidikan dan latihan serta pengadaan kredit usaha.
Akibatnya pejalankaki harus jalan di badan jalan, yang sudah barang tentu berbahaya. Karena sumber masalahnya adalah kurangnya lapangan pekerjaan, masalah itu hanya dapat diatasi dengan penciptaan lapangan pekerjaan baru. Jadi harus ada program pembangunan untuk menyalurkan para PKL ke kegiatan ekonomi baru disertai dengan pendidikan dan latihan serta pengadaan kredit usaha.
Transpor
adalah masalah berat lain. Jumlah kendaraan bermotor terus bertambah dan laju
pertumbuhan jumlah kendaraan lebih besar daripada pertumbuhan kapasitas jalan.
Akibatnya kemacetan lalulintas makin parah. Pencemaran udara makin berat dan
anggaran belanja untuk subsidi BBM juga makin tinggi.
Sumber
masalahnya adalah pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan
pertumbuhan kapasitas jalan. Selama jumlah kendaraan tidak dibatasi, masalah
kemacetan lalulintas tidak dapat terpecahkan dan bahkan makin parah. Karena itu
harus dirumuskan kebijakan untuk membatasi jumlah kendaraan bermotor di jalan
dengan meningkatkan efisiensi penggunaan kendaraan bermotor. Harus ada
disinsentif untuk menggunakan kendaraan bermotor untuk jarak pendek, misalnya
kurang dari 5 km, dan insentif untuk penggunaan sepeda dan berjalankaki dengan
memperbaiki sistem trotoar dan membuat jalur sepeda sehingga berjalankaki dan
bersepeda menjadi aman dan nyaman. Berjalankaki dan bersepeda adalah moda
transpor yang murah dan sehat. Trotoar tidak hanya dibersihkan dari PKL,
melainkan juga dari mobil yang diparkir di atasnya.
Dengan memacu bersepeda akan tumbuh permintaan untuk sepeda. Tumbuhlah usaha untuk produksi suku cadang sepeda, perakitan sepeda dan perdagangan sepeda. Lapangan pekerjaan yang baru dapat digunakan untuk menyalurkan PKL dari pekerjaan ke-PKL-an. Dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor kebutuhan memperlebar jalan dan membuat jalan baru berkurang.Dana
yang dihemat dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan kesehatan dan
pendidikan. Sistem demikian bersifat PB karena berpihak pada lingkungan hidup,
orang miskin, perempuan dan lapangan pekerjaan. Kendala utamanya ialah
kendaraan bermotor membawa simbol status sosial yang tinggi. Sebaliknya
berjalankaki dan bersepeda dianggap membawa status sosial yang rendah.
Dengan memacu bersepeda akan tumbuh permintaan untuk sepeda. Tumbuhlah usaha untuk produksi suku cadang sepeda, perakitan sepeda dan perdagangan sepeda. Lapangan pekerjaan yang baru dapat digunakan untuk menyalurkan PKL dari pekerjaan ke-PKL-an. Dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor kebutuhan memperlebar jalan dan membuat jalan baru berkurang.
“Pentingnya”
Revitalisasi Kawasan
A. Konsentrasi
peran yang besar di kawasan pertambangan yang terdegradasi, tidak terlepas dari kenyataan bahwa
pertambangan merupakan lokasi yang paling efisien dan efektif untuk
kegiatan-kegiatan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan
prasarana, tersedianya tenaga kerja, tersedianya dana sebagai modal dan
sebagainya.
B. Dengan persediaan lahan yang semakin terbatas, maka
gejala kenaikan harga lahan tak terhindarkan lagi. Lahan telah menjadi suatu
komoditas yang nilainya ditentukan oleh kekuatan pasar.
C. Lahan
(topos) merupakan sumber daya utama kota yang sangat kritikal, disamping
pengadaannya yang semakin sangat terbatas, sifatnya juga tidak memungkinkan
untuk diperluas. Satu-satunya jalan keluar adalah mencari upaya yang
paling sesuai untuk meningkatkan kemampuan daya tampung lahan yang ada agar
dapat memberikan manfaat yang lebih besar lagi bagi kelangsungan hidup kota
yang lebih baik. Maka lahirlah upaya untuk mendaur-ulang (recycle)
lahan kawasan pertambangan yang terdegradasi yang ada dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru,
D. Pencagaran
(conservation) aset budaya fisik dan non-fisik, sebagai dasar jatidiri
masyarakat.
“Mengapa” menjual Kawasan Revitalisasi?
A. Sejumlah pelayanan perkotaan yang diberikan tidak dapat mencapai tingkatan akseptabilitas dari beneficiaries seperti yang diharapkan.
B. Efisiensi
berhubungan dengan penggunaan sumber daya ekonomis yang terbatas sedangkan
efektifitas berhubungan dengan pencapaian hasil sesuai dengan kualitas dan
maksudnya. Tugas dari Penataan dan Revitalisasi Kawasan adalah mencapai kedua
aspek ini semaksimal mungkin.
Isu-isu di atas, yaitu efisiensi, efektifitas,
akseptabilitas, perhatian terhadap lingkungan dan fragmentasi pelaksanaan
merupakan hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam Penataan dan Revitalisasi
Kawasan.
Secara garis besar prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan untuk menjawab isu-isu di atas adalah :
1.
membuat lebih dekat proses pengambilan keputusan dan
pembiayaan suatu program terhadap kelompok sasaran. Hal ini untuk memperbaiki
allocative efficiency program karena lebih sensitifnya program terhadap variasi
lokal dan lebih tajamnya perumusan. Di lain pihak, pendekatan demikian juga
akan memperbaiki productive efficiency karena pembiayaan yang lebih langsung
dari kelompok sasaran akan meningkatkan akuntabilitas lokal.
2.
Adanya desentralisasi, yaitu untuk meningkatkan sensitifitas
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan suatu program terhadap kebutuhan
kelompok sasaran, terutama kelompok miskin perkotaan. Prinsip inipun adalah
untuk meningkatkan efektifitas.
3.
Adanya kompetensi yang sesungguhnya di dalam proses-proses
produksi untuk keperluan pengadaan suatu program sehingga efisiensi dari
pelaksanaan dapat dijaga. Hal ini membutuhkan keterlibatan sektor swasta dan
dipergunakannya prinsip-prinsip mekanisme pasar yang sehat untuk proses-proses
produksi tersebut.
4.
Diperbaikinya sistem keuangan program, khususnya untuk
memungkinkan dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk investasi dan
untuk mendapatkan pemasukan yang selangsung mungkin dan berkelanjutan dari
kelompok sasaran untuk operasi dan pemeliharaan dari suatu fasilitas yang
diadakan melalui program tersebut.
5.
Dibangunnya sistem yang mengatasi masalah fragmentasi
fungsional dan geografi.
6.
Dibangunnya sistem yang membuat program sensitif terhadap
kepentingan lingkungan.
7.
Dipergunakannya teknologi tepat guna dan
adanya kompetensi untuk pemilihan investasi, rancang bangun dan pelaksanaan
infrastruktur dan operasi serta pemeliharaannya. Hal ini dimaksudkan untuk
efisiensi dan efektifitas dari suatu kegiatan atau program.
Mengapa Menjual Kawasan
Revitalisasi
A. Belum
semua :kekayaan” kawasan dikenali, dikualifikasi dan dispesifikasi.
1) Potensi
kawasan potensi revitalisasi belum diidentiikasi dan diinventarisasi secara
rinci dan lengkap.
2) Kekayaan
dan potensi revitalisasi kawasan baru “dikemas” dalam format terbatas, belum
untuk “jualan”.
B. Potensi kekayaan kawasan revitalisasi yang ada belum
“terjual” optimal.
1) Potensi
yang ada “dijual” dalam format dan kemasan “apa adanya”.
2) Penjualan
kekayaan budaya tidak dilkukan secara “terstruktur”, tetapi secara
terlepas-lepas.
“Bagaimana” Menjual Potensi
Kawasan Revitalisasi?
A. Menjual
dengan kerangka “Spasial”
Kawasan revitalisasi terdiri
atas berbagai kawasan bagian, yang dapat “distrukturkan”
Dalam satu satuan manajemen
kawasan.
B. Menjual
dengan kerangka “Sektoral”
Kehidupan urban terbagi atas
berbagai “sektor” (segmen) yang merupakan satuan komunitas manajemen kawasan.
C. Menjual
layanan potensi revitalisasi kawasan dengan prinsip “cost recovery”
“Produksi” dan “deliveri”
layanan kawasan revitalisasi dilakukan dengan dasar menghasilkan kembalinya
biaya produksi untuk layanan yang lebih baik.
D. Disiapkan
“satuan pengelola” kawasan pertambangan terevitalisasi yang memadai dan dapat menerima limpahan sebagian
urusan sektor-sektor.
Kekayaan kawasan revitalisasi
yang potensial dilimpahkan kepada satuan manajemen kawasan profesional agar
“penjualan” dapat menghasilkan kontrubusi pendapatan untuk membiayai pelayanan
prima.
E. Diperbaikinya
sistem keuangan program kawasan pertambangan terevitalisasi khususnya untuk memungkinkan
dilibatkannya sumber daya keuangan swasta untuk investasi dan untuk mendapatkan
pemasukan yang selangsung mungkin dan berkelanjutan dari kelompok sasaran untuk
operasi dan pemeliharaan dari suatu fasilitas yang diadakan melalui program
tersebut
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar